Jakarta, Aktual.com — Vonis Mahkamah Agung yang menghukum operator telepon seluler menjadi angin segar bagi upaya melindungi konsumen. Selama bertahun-tahun, upaya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyeret pebisnis nakal selalu kandas di pengadilan. Kemenangan itu bukan saja kemenangan KPPU, tapi juga kemenangan konsumen.
Majelis kasasi Mahkamah Agung, Senin (29/2) lalu, menjatuhkan sanksi denda Rp77 miliar kepada enam operator seluler karena terbukti melakukan kartel dalam penetapan tarif SMS pada periode 2004-2007. Vonis ini menguatkan putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada 2008, yang sempat dibatalkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Ekonom dari Universitas Indonesia (UI), Rizal E Halim mengatakan, dikabulkannya kasasi KPPU oleh MA terkait kartel sms beberapa operator telekomunikasi merupakan angin segar bagi penegakan hukum persaingan dan upaya perlindungan konsumen.
“Setidaknya ini bisa menjadi sinyal ke pasar sebagai bentuk keberpihakan kepada konsumen. KPPU juga bisa melanjutkan upaya hukum yang sama untuk kasus-kasus yang ditolak baik di tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung,” katanya kepada Aktual.com, Jumat (4/3).
Menurut Rizal, pasca dikabulkannya kasasi KPPU, maka tahapan selanjutnya adalah mendorong ganti rugi kepada konsumen. Ini bisa dilakukan oleh lembaga Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). BPKN perlu untuk menindaklanjuti putusan MA ini dengan meminta operator telekomunikasi untuk membayar ganti rugi kepada masyarakat.
“Taruhlah hitungan ganti rugi berdasarkan database pada kurun waktu yang didakwakan. Ini penting untuk memperkuat upaya perlindungan konsumen dan masyarakat secara luas,” tuturnya.
Walaupun memang upaya hukum terkait kasus-kasus seperti ini cukup pelik, namun law enforcement perlu tetap diperkuat. Dalam hal ini, MA dan lembaga peradilan lainnya perlu mengedepankan prinsip-prinsip distributive justice dan utilitarian values.
Jangankan kasus kartel sms yang memakan waktu 8 tahun sejak 2008, sejumlah kasus di negara maju seperti USA juga mengalami hal yg sama seperti kasus FORDan atau yang terbaru J & J. Namun proses hukum dan pembuktiannya jalan dengan diperkuat penelitian-penelitian oleh otoritas hukum.
“Kita perlu mendukung KPPU untuk juga meneruskan sejumlah kasus yang mandek ataupun kalah di pengadilan sepanjang 10 tahun terakhir. Ini penting bagi mewujudkan rasa keadilan dan keberpihakan terhadap konsumen dan masyarakat,” imbuhnya.
Sebelumnya diberitakan, berdasarkan laman resmi Mahkamah Agung (MA), majelis hakim yang terdiri dari Syamsul Maarif sebagai ketua, serta Abdurrahman dan I Gusti Agung Sumanatha selaku anggota, sepakat untuk mengabulkan permohonan kasasi KPPU. Putusan perkara No. 9 K/Pdt.Sus-KPPU/2016 tersebut diketok pada 29 Februari 2016. “Mengabulkan permohonan kasasi KPPU,” bunyi amar putusan tersebut.
Kasasi tersebut diajukan setelah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan permohonan keberatan yang diajukan oleh para terlapor, yakni PT Excelcomindo Pratama Tbk, PT Telekomunikasi Seluler, PT Telkom Tbk, PT Bakrie Telecom, PT Mobile-8, dan PT Smart Telecom. KPPU telah memutus perkara tersebut pada Juni 2008. Enam operator tersebut dinyatakan melanggar pasal 5 UU No 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan