Jakarta, Aktual.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana untuk memperpanjang kebijakan restrukturisasi tidak hanya untuk perbankan tapi juga untuk perusahaan pembiayaan mengingat ekonomi domestik yang diperkirakan belum akan pulih pada akhir tahun ini.
“Kebijakan restrukturisasi mungkin akan kami perpanjang baik untuk perbankan dan pembiayaan, karena pemulihan ekonomi kita ini akan sangat bergantung pada pemulihan kesehatan masyarakat,” kata Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B OJK Bambang W. Budiawan dalam Infobanktalknews bertema Menakar Kekuatan Multifinance di Era New Normal: “Menahan Goncangan Lewat Stimulus Kebijakan OJK” di Jakarta, Rabu(12/8).
Industri pembiayaan (multifinance) tak luput dari dampak pandemi COVID-19. Multifinance harus rela melakukan restrukturisasi besar-besaran terhadap para nasabahnya yang terkena dampak langsung COVID-19, mulai dari penundaan pembayaran cicilan, hingga perpanjangan tenor pembiayaan.
Berdasarkan hasil monitoring Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga 11 Agustus 2020, progres penerapan program restrukturisasi terhadap debitur yang terdampak COVID-19 mencakup 4.823.271 kontrak dengan total outstanding pokok sebesar Rp150,43 triliun dan bunga sebesar Rp38,03 triliun.
Kontrak yang permohonannya masih dalam proses sebanyak 350.140 kontrak dengan total outstanding pokok sebesar Rp16,34 triliun dan bunga sebesar Rp3,90 triliun.
“Kontrak yang disetujui oleh perusahaan pembiayaan untuk dilakukan restrukturisasi sebanyak 4.187.726 kontrak dengan total outstanding pokok sebesar Rp124,34 triliun dan bunga sebesar Rp31,73 triliun,” kata Bambang.
Sementara itu, lanjutnya, kontrak yang permohonannya tidak sesuai dengan kriteria sebanyak 285.405 kontrak dengan total outstanding pokok sebesar Rp9,75 triliun dan bunga sebesar Rp2,4 triliun.
Bambang menuturkan langkah restrukturisasi tersebut harus dilakukan demi menjaga agar tidak terjadi lonjakan rasio pembiayaan bermasalah atau non performing financing (NPF) secara masif.
Namun, restrukturisasi tersebut sejatinya bukanlah solusi terakhir, karena setelahnya ada permasalahan likuiditas dan solvabilitas yang mengintai multifinance. Di tengah pengetatan likuiditas yang dialami bank sebagai sumber pendanaan terbesar bagi mutifinance, tentunya multifinance harus mencari alternatif pendanaan lainnya.
“Lalu selain dari adanya restrukturisasi juga dari sisi cashflow akan susah bertumbuh kalau cashflow-nya masih kering akan sulit bagi bisnis mereka. Apalagi perusahaan pembiayaan ini 89 persen pendanaan dari pinjaman,” ujar Bambang.
OJK mencatat ada 144 perusahaan pembiayaan dari total 182 perusahaan pembiayaan yang memiliki pendanaan dari kreditur, di mana 26 di antaranya telah mengajukan restrukturisasi ke para krediturnya.
Untuk mendukung Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) kinerja industri perusahaan pembiayaan terap positif, OJK pun berniat untuk memperpanjang program restrukturisasi.(Antara)
Artikel ini ditulis oleh:
Warto'i