Jakarta, Aktual.co — Restrukturisasi kredit nasabah dalam situasi pelemahan ekonomi global saat ini memerlukan kearifan dari kalangan perbankan sehingga tidak mematikan semangat berbisnis para wirausaha, kata Kepala Otoritas Jasa Keuangan Sumatera Selatan Patahudin.
“Persoalan restrukturisasi kredit itu bukan hal yang baru dalam industri jasa keuangan, terutama perbankan. Bisa dikatakan suatu yang normal karena tidak semua nasabah memiliki kemampuan membayar sesuai dengan rencana. Namun, untuk saat ini perlu mempertimbangkan situasi perekonomian dunia yang memang sedang melambat,” katanya di Palembang, Rabu (10/6).
Perbankan, katanya, diminta arif menyikapi keadaan kegagalan pembayaran kredit mengingat perekonomian Sumsel sedang diuji sebagai imbas pelemahan ekonomi global. Hingga kini, perekonomian Sumsel masih bergantung dengan komoditas ekspor yakni karet, sawit, dan batu bara.
“Jadi harus dilihat, nasabah ini tidak mampu membayar karena apa, apakah karena karakternya yang memang tidak mau melunasi kewajiban, apakah karena dipengaruhi faktor eksternal,” ujar dia.
Lantaran itu, perbankan diharapkan menjalankan program restrukturisasi dengan memberikan pengurangan pembayaran angsuran per bulan dengan cara menambah jangka waktu pengembalian kredit.
“Semisal, pada rencana awal diperkirakan mampu membayar sekira Rp3 miliar per tahun, tapi setelah dipengaruhi pelemahan ekonomi global menjadi hanya mampu Rp1 miliar per tahun, maka akan lebih baik direstrukturisasi dibandingkan langsung dimatikan seperti penyitaan aset atau lainnya,” kata dia.
Tapi, ia melanjutkan, perbankan juga harus menilai lebih jauh mengingat terdapat usaha yang diprediksi akan semakin memburuk pada masa datang sehingga langkah “dimatikan” sejatinya menjadi langkah terbaik.
“Ada juga persoalan lain, direstrukturisasi justru menjadi persoalan baru karena membuat kewajiban semakin panjang dan memberatkan jadi maka lebih baik distop saja. Artinya, memang harus arif cara memandangnya,” kata dia.
Kepala BCA Palembang Otovianus membenarkan perusahaannya telah merestrukturisasi beberapa kredit nasabah “besar” yang mengalami gagal pengembalian.
“Ada yang direstrukturisasi tapi ada yang dilanjutkan dengan penyitaan aset. Semua dilakukan untuk meminimalisasi kerugian baik dari bank dan nasabah,” kata Otovianus.
Berdasarkan laporan kinerja perbankan pada triwulan I/2015 diketahui terjadi peningkatan NPL (rasio kemampuan pengembalian kredit/rasio kredit macet) dari semula sekitar dua persen menjadi empat persen. Sementara batas atas yang ditetapkan OJK untuk NPL bank yakni lima persen.
Sementara, Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Selatan mencatat realisasi ekspor Januari-Februari 2015 anjlok 18 persen menjadi 456,03 juta dolar AS dari periode yang sama tahun lalu sebesar 556,67 juta dolar AS.
Komoditas karet yang menjadi penyumbang terbesar ekspor Sumsel mengalami kemerosotan hingga 43,47 persen pada periode tersebut.
Artikel ini ditulis oleh: