Jakarta, Aktual.com — Direktur Eksekutif Indonesian Peoples Institute (IPI) Yusuf Lakaseng menyebut bahwa saat ini pelambatan ekonomi yang dialami Indonesia sudah dalam taraf memprihatinkan.

Menurutnya, industri dalam negeri tidak dibangun dan diproteksi. Impor lebih besar dari ekspor, bahkan 70 persen merupakan impor bahan baku.

“Tidak perlu jauh-jauh melihat kesusahan rakyat, coba saja makan di warteg lalu tanya pedagang warteg soal omsetnya pasti jawabnya omset penjualan menurun. Coba saja ke Pasar Tanahabang pasti pedagang di sana menyampaikan kalau omset penjualnya menurun 40 persen,” kata Yusuf, di Jakarta, Rabu (8/7).

Berdasarkan realitas yang ada, reshuffle (perombakan) kabinet dapat dimaknai sebagai perubahan haluan ekonomi untuk kembali ke jalur Trisakti, yang salah satunya berisi kemandirian ekonomi (Baca: Rizal Ramli Masuk Tim Ekonomi, Hanura Mendukung).

Presiden Jokowi diminta untuk mencari figur tepat, memiliki integritas dan bermahzab ekonomi kerakyatan yang anti neoliberalisme, serta mampu melakukan terobosan kebijakan untuk keluar dari ancaman krisis (Baca: Krisis, PDIP Sarankan Jokowi Pilih Figur Pengalaman di Bidang Ekonomi).

“Saya merekomendasikan Rizal Ramli untuk masuk dalam kabinet Pemerintah Jokowi- Kalla. Bukankah Rizal Ramli sudah mengemukakan resep terobosan ekonominya yang mengatakan saat ini tidak cukup hanya menambah pengeluaran di bidang infrastruktur apalagi pembiayaannya dari APBN yang bersumber dari pemiskinan rakyat karena terlebih dahulu mencabut subsidi BBM yang radikal. Perlu terobosan di bidang perdagangan, investasi dan konsumsi. Ajak BUMN dan swasta untuk membiaya proyek infrastruktur, turunkan harga barang, basmi semua mafia di sektor ekonomi,” ujar Yusuf.

Selain itu, nama ekonom senior Sri Edi Swasosno juga diyakini akan mampu memulihkan ancaman krisis yang dialami saat ini.

“Kami mengusulkan juga agar Presiden Jokowi mengajak turun gunung ekonom senior Sri Edi Swasono yang pemikiran ekonominya mengatakan jika ingin sejahtera maka harus menolak paham neoliberalisme dan kembali pada ekonomi konstitusi. Pikirannya itu dapat dilihat dari bukunya yang berjudul Indonesia dan Doktrin Kesejahteraan Sosial: Dari Klasik dan Neo Klasik Sampai ‘The End Of Laissez Faire’.”

Artikel ini ditulis oleh: