Aktual.com, Jakarta – Ekonom Josua Pardede meyakini perekonomian Indonesia mulai membaik pada kuartal tiga dan empat tahun ini asalkan realisasi dan penyerapan stimulus fiskal dalam penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional bisa dipercepat.
“Masih ada harapan dan potensi, kuartal ketiga pertumbuhannya positif atau cepat perbaikannya,” katanya di Jakarta, Jumat (26/6).
Untuk itu, ekonom Bank Permata ini mendorong celah-celah yang bisa menghambat untuk segera diperbaiki salah satunya verifikasi data dari setiap program penanganan dan pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Dari sisi program perlindungan sosial, lanjut dia, validasi penerima bantuan sosial perlu diperbaiki agar program tepat sasaran dan tidak tumpang tindih antara Pusat dan Daerah.
Begitu juga dukungan bagi UMKM seperti subsidi bunga mengingat ada 60,66 juta rekening pelaku usaha mikro dan UMKM masih terdapat data ganda, sehingga verifikasi data dan dukungan teknologi informasi perlu dipercepat.
Tak hanya itu, bank-bank umum milik negara (Himbara) yang sudah mendapatkan kucuran dana sebesar Rp30 triliun dari pemerintah, lanjut dia, diharapkan untuk mengakselerasi realisasi kredit kepada pelaku usaha.
“Arahnya balik lagi ke pemulihan ekonomi, bagaimana anggaran yang dialokasikan ini bisa dioptimalkan penyerapannya sehingga kuartal empat tahun ini dan kuartal pertama tahun depan, pemulihan lebih jelas,” katanya.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan per 16 Juni 2020, realisasi stimulus fiskal penanganan COVID-19 dan PEN di antaranya untuk kesehatan baru mencapai 1,54 persen dari alokasi sebesar Rp87,5 triliun, perlindungan sosial mencapai 28,63 persen dari Rp203,9 triliun dan insentif usaha baru 6,8 persen dari Rp120,6 triliun.
Selain alokasi belanja itu, pemerintah juga mengalokasikan untuk UMKM sebesar Rp123,46 triliun, pembiayaan korporasi Rp53,57 triliun, dan struktural kementerian dan lembaga serta pemda sebesar Rp106,11 triliun.
Sehingga total penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi mencapai Rp695,20 triliun yang mengakibatkan defisit APBN 2020 diperlebar menjadi 6,34 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).