Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi III DPR RI, I Putu Sudiartana didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), telah menerima suap Rp500 juta dari pengusaha asal Sumatera Barat, Yogan Askan.
Menurut Jaksa KPK, suap kepada politikus Partai Demokrat ini terkait pengurusan dana alokasi khusus (DAK) untuk kegiatan sarana dan prasarana penunjang di Provinsi Sumatera Barat pada APBN-P 2016.
”Pemberian hadiah tersebut bertentangan dengan kewajibannya selaku anggota DPR RI, untuk tidak melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme,” ujar Jaksa KPK, Herry BS Ratna Putra, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (16/11).
Dijelaskan Jaksa KPK dalam surat dakwaannya, suap tersebut berawal ketika orang kepercayaan Putu, Suhemi, menemui seorang pengusaha bernama Desrio Putra. Kala itu, Suhemi mengaku sebagai teman Putu dan menawarkan dapat membantu pengurusan anggaran di DPR.
Dalam pertemuan itu Suhemi minta dipertemukan dengan Kepala Dinas Prasarana Jalan, Tata Ruang dan Pemukiman Provinsi Sumbar, Suprapto. Selanjutnya, Desrio pun bertemu dengan Suprapto dan menjelaskan bahwa Suhemi dapat membantu menambah anggran DAK Pemprov Sumbar.
Suprapto kemudian meminta Desrio untuk menemui Indra Jaya, yang merupakan Kepala Bidang Pelaksana Jalan pada Dinas Prasarana Jalan, Tata Ruang dan Pemukiman, untuk membahas tawaran Suhemi.
Pembahasan Indra dengan Desrio menghasilkan sebuah perintah dari Suprapto ke Indra untuk membuat surat pengajuan DAK yang jumlahnya sebesar Rp530,7 miliar.
Selanjutnya, sampai kepada pertemuan antara Putu dan Suprapto di Gedung DPR RI. Dimana usai pertemuan tersebut, Suprapto kembali memerintahkan Indra untuk menambah permintaan DAK menjadi Rp620,7 miliar.
Tak hanya itu, dalam pertemuan di Gedung DPR, Putu menjanjikan bahwa anggaran yang diusulkan tidak hanya untuk pembangunan jalan, namun juga untuk pembangunan gedung dan pengadaan air bersih.
Pada Januari 2016, Indra memperkenalkan Suhemi dengan Yogan Askan. Perkenalan inilah yang kemudian menyepakati DAK yang akan disetujui minimal Rp50 miliar. Tapi Suprapto tidak setuju, dan meminta agar DAK yang disetujui minimal Rp100 miliar atau Rp150 miliar.
Putu pun menyetujui, namun dengan imbalan sebesar Rp1 miliar.
Pada 20 Juni 2016, dilakukan pertemuan di ruang rapat Dinas Prasarana Jalan, yang dihadiri oleh Yogan, Suprapto, Suhemi, Indra Jaya, Suryadi Halim alias Tando, Hamnasri Hamid, dan Johandri. Dalam pertemuan disepakati fee untuk Putu sebesar Rp500 juta.
Uang sebesar Rp500 juta tersebut berasal dari patungan beberapa orang yakni, dari Yogan sebesar Rp125 juta, Suryadi Rp250 juta, Johandri Rp75 juta, dan Hamid Rp50 juta. Penyerahan uang dilakukan secara bertahap melalui beberapa rekening kepada staf pribadi Putu, Novianti.
Atas perbuatan tersebut, Putu didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Laporan: M Zhacky Kusumo
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby