Jakarta, Aktual.com — Komisi III DPR RI mengatakan bahwa agenda rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan mantan pimpinan KPK Taufiequrachman Ruki batal digelar, yang sediannya dilaksanakan pada Selasa (26/4) pagi ini.

Hal ini lantaran Ruki tidak bersedia memenuhi undangan rapat dengan agenda membuka tabir soal perintah pimpinan KPK yang meminta BPK RI melakukan audit investigasi terhadap proses jual beli lahan Rumah Sakit Sumber Waras (RSSW).

Demikian disampaikan Ketua Komisi III DPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet) saat dihubungi, di Jakarta, Selasa (26/4).

“Hari ini seharusnya agenda komisi III RDPU dengan Ruki dkk terkait kasus Sumber Waras. Namun Ruki menolak hadir di Komisi III DPR RI,” kata Bamsoet.

Menurut Bamsoet, dalam surat penolakan hadir itu juga disebutkan bahwa selain Ruki, empat pimpinan KPK lainnya yaitu Adnan Pandu Praja, Zulkarnaen, Johan Budi dan Indriyanto Seno Adji juga enggan untuk dipanggil komisi bidang hukum tersebut.

“Untuk menghindari kesan adanya destruksi independensi penanganan kasus maupun indepensi kelembagaan KPK, atas dugaan adanya tindak pidana korupsi dalam pembelian tanah YSSW oleh Pemda DKI masih berjalan dan saat ini masih dalam tahapan penyelidikan, maka dengan segala hormat kami berhalangan untuk menghadiri undangan dari Komisi III DPR RI,” sebut Bamsoet mengutip surat penolakan itu.

Kendati demikian, sambung Bamsoet, komisi hukum akan mengundang kembali yang bersangkutan setelah masa reses dewan berakhir nanti, sebagaimana yang diatur dalam tata tertib dan ketentuan UU MD3.

“Karena keterangan yang bersangkutan sangat penting bagi dewan dan rakyat terkait kasus Sumber Waras. Karena Bapak Ruki dan kawan-kawan menolak hadir undangan komisi III hari ini, maka kita akan undang kembali usai reses sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam tata tertib dewan dan UU MD3 karena keterangannya tentang mengapa KPK ketika itu sampai meminta BPK lakukan audit investigasi dengan tujuan tertentu, sangat penting bagi dewan dan masyarakat terkait kasus Sumber Waras,”

“Sebab, seingat kami, permintaan audit investigasi kepada BPK selaku auditor negara itu paling tidak ada bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana korupsi (mark up). Dan bukan soal ada atau tidak adanya niat jahat,” tandas politikus Golkar itu.

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang