Jakarta, Aktual.com — Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) dalam waktu dekan akan ‎memanggil Kejaksaan Agung (Kejagung) dan pihak Yayasan Supersemar untuk membahas pelaksanaan eksekusi Rp 4,4 triliun.

Untuk itu, ada kebutuhan pihak pengadilan untuk mempersiapkan kelengkapan administrasi untuk mempertemukan keluarga mendiang presiden Soeharto dan Korps Adhiyaksa.

“Masih disiapkan penetapan panggilan aanmaning,” kata Kepala Humas PN Jaksel I Made Sutrisna saat dikonfirmasi, Senin (9/11).

Aanmaning merupakan peringatan dalam hukum perdata. Peringatan yang dimaksud yaitu tindakan yang dilakukan ketua pengadilan kepada pihak yang kalah agar segera melaksanan isi putusan secara sukarela.

Namun sampai saat ini pihak PN Jaksel belum menentukan tanggal untuk memberi peringatan kepada pihak yang kalah yaitu pihak tergugat. Dalam perkara tersebut, Yayasan Supersemar bentukan penguasa orde baru itu selaku pihak tergugat.

“Belum ada (penetapan aanmaning),” ujar Made.

Aanmaning sendiri dilakukan dengan melakukan panggilan pada pihak yang kalah ‎dengan menentukan hari, tanggal dan jam persidangan. Apabila pihak yang kalah tidak hadir maka akan dipanggil lagi.

Apabila mangkir lagi maka hak tergugat untuk dipanggil gugur dan tidak perlu ada proses sidang peringatan. Kemudian ketua pengadilan dapat langsung mengeluarkan surat penetapan perintah eksekusi kepada panitera atau juru sita.

Mengenai eksekusi harta yayasan tersebut, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo sudah berupaya mendorong pihak pengadilan untuk segera menindaklanjutinya. Hal itu lantaran pihak Kejagung sudah mengirim surat permohonan eksekusi kepada pihak pengadilan.

“Kita tunggu bagaimana nanti yang menjadi tindak lanjut dari permintaan kita itu. Kembali saya katakan ini adalah kewenangan dari PN Jaksel. Kita berharap bagaimana pihak tergugat bisa secara sukarela memenuhi kewajibannya. Kalau pun tidak kembali kita akan memohon kepada PN Jaksel untuk bagaimana selanjutnya,” kata Prasetyo di kantornya, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Kamis (5/11).

Yayasan Supersemar sendiri didirikan pada awal tahun 70-an dengan tujuan sosial kependidikan. Namun dalam perjalanannya, dana yayasan itu diselewengkan.

Untuk diketahui, MA mengabulkan PK Negara Republik Indonesia dan menolak PK Yayasan Beasiswa Supersemar, seperti dilasir laman MA, Senin (10/8). Tanggal 8 Juli 2015, Wakil Ketua MA bidang Nonyudisial, Hakim Agung Suwardi dengan Anggota Majelis Soltony Mohdally, dan Mahdi Soroinda Nasution memutus PK atas perkara Supersemar itu.

Sesuai kurs pada hari Senin (10/8), keluarga Soeharto dan ahli warisnya harus mengganti kerugian negara sejumlah Rp 4.309.200.000.000 plus Rp 139 milyar, sehingga totalnya menjadi sekitar Rp 4,4 trilyun.

Sementara itu untuk diketahui, nasib para pihak ketiga, yang diduga sebagai pihak yang menikmati uang hasil pungutan keuntungan badan usaha milik negara (BUMN) sampai kini belum tersentuh.

Mereka, terdiri PT Bank Duta yang mendapat kucuran sebesar 420 juta dolar AS, PT Sempati Air sebesar Rp13, 173 miliar, PT Kiani Lestari dan PT Kiani Sakti sebesar Rp150 miliar dan para pihak lain.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby