Jakarta, Aktual.com — Praktisi hukum Ikhsan Abdullah merasa heran dengan elit-elit politik di negeri ini, baik di eksekutif maupun di legislatif. Mereka disebutnya sebagai elit-elit politik sarat pengalaman, akan tetapi tidak sadar jika telah diadu domba oleh PT Freeport Indonesia.
“Kok ya bisa pada tidak sadar, ini kan skenario PT Freeport. Ini pangkal masalahnya Freeport ingin memperpanjang kontrak karya di Papua,” tegasnya saat dihubungi, Senin (7/12).
Menurutnya, eksekutif dan legislatif sudah masuk jerat Freeport terbukti dengan gaduhnya situasi politik nasional setelah Menteri ESDM Sudirman Said memutuskan melapor ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI. Kegaduhan yang akan terus berlanjut dalam beberapa pekan ke depan.
Diungkapkan Ikhsan, ketika permasalahan dugaan pencatutan nama Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla menggelinding maka yang buruk dimata publik bukan saja Ketua DPR RI Setya Novanto. Orang yang dituding Sudirman Said telah mencatut Presiden dan Wapres untuk meminta saham ke Freeport.
Sebelum itu, Menteri ESDM sendiri sebenarnya sudah masuk jerat Freeport. Hal ini dibuktikan dengan penerbitan surat ke Freeport yang memberikan sinyal dilakukannya perpanjangan kontrak karya. Kemudian, setelah eksekutif terjerat, giliran DPR yang menjadi target.
“Kalau semua sudah terjerat, maka ujung-ujungnya ijin perpanjangan kontrak karya (KK) Freeport akan berjalan mulus. Kenapa? Karena eksekutif sudah tersandera, legislatif juga tersandera,” jelasnya.
Maksudnya, lanjut Ikhsan, Freeport memegang kartu truf untuk meminta dimuluskannya perpanjangan kontrak karya. Jika tidak diperpanjang, publik yang sudah kadung melihat negatif ke eksekutif dan legislatif, akan semakin murka dengan tingkah-polah keduanya.
“Bisa juga, Freeport setengah mengancam, kalau tidak memperpanjang nanti akan saya bongkar loh,” demikian Ikhsan.
Artikel ini ditulis oleh: