Direktur Jendral Mineral dan Batubara (Minerba), Bambang Gatot Ariyono. (ilustrasi/aktual.com)
Direktur Jendral Mineral dan Batubara (Minerba), Bambang Gatot Ariyono. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Koalisi masyarakat sipil Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, mendesak pemerintah untuk tidak kembali melakukan relaksasi ekspor pertambangan mineral khususnya konsentrat karena dianggap melanggar amanat pasal 102 dan 103 UU No 4 tahun 2009.

Selain itu, kata koordinator PWYP Indonesia, Maryati Abdullah, pemerintah juga harus bertindak tegas dan mendesak industri agar komitmen merealisasikan pasal 170 untuk membangun smelter sebagai jalan pemurnian hasil tambang.

“Sejak diterbitkan UU tahun 2009, tercantum bahwa tidak boleh ekspor dan harus melakukan pemurnian sejak 5 tahun UU diterbitkan, artinya pemegang kontrak karya harus membangun smelter hingga 2014. Tapi sekarang sudah 2016, pemerintah masih mengeluarkan izin ekspor konsentrat,” kata Maryati di kawasan Cikini, Minggu (25/9).

Lebih lanjut dia menceritakan, demi melakukan relaksasi, pada tahun 2013 pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM no 20 yang tentu saja bertentangan dengan UU diatasnya. Kejadian ini berlangsung hingga tahun 2014.

Terasa kurang tenggang waktu, lagi-lagi pada tahun 2014 pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM no 1 yang memberikan kelonggaran bagi perusahaan untuk melakukan ekspor konsentrat dengan syarat tertentu.

Tidak berhenti di situ, pada tahun ini pemerintah juga semakin melonggarkan ekspor konsentrat melalui Peraturan Menteri ESDM no 5 yang mengatur tata cara pemberian rekomendasi ekspor.

“Pemerintah tidak boleh abai putusan MK Nomor 10/PUU-XII/2014 yang memperkuat kewajiban pengolahan dan pemurnian dalam negeri. Jadi sebenarnya tidak ada pilihan lain bagi pemerintah kecuali patuh kepada putusan MK,” tandasnya.

(Laporan: Dadangsah Dapunta)

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka