Jakarta, Aktual.com — Terkuaknya satu keluarga pegawai BP Batam yang pergi ke Syria untuk bergabung dengan ISIS, dan istri dari terduga pembom di Surabaya adalah aparatur sipil negara (ASN) di Kementerian Agama, yang terakhir pegawai PLN Persero mendanai kegiatan teroris adalah simpul-simpul yang ditemukan oleh aparat penegak hukum tentang semakin rentannya tata kelola penerimaan ASN/pegawai BUMN temasuk penilaian terhadap kesetiaan mereka berideologi negara.

Demikian disampaikan Junisab Akbar, Ketua Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (19/5). Menurut dia, simpul-simpul kecil ini sesungguhnya sudah bisa ditarik menjadi contoh bahwa unsur negara diluar masyarakat harus memahami bahwa ada yang salah terhadap tata kelola terkait ASN/pegawai BUMN, sehingga hal seperti itu bisa terjadi dengan sangat mudah.

Kata dia, publik yang ikut berkontribusi melalui pajak dalam pendapatan negara menjadi layak untuk mempertanyakan mengapa orang-orang yang dibiayai oleh uang negara itu malah dengan sangat mudah menggunakan uang negara untuk membiayai tindak pidana terorisme yang bercita-cita mengganti ideologi negara. Terlebih, tindakan terorisme itu sudah sampai ikut membunuh rakyat itu sendiri, bahkan ikut pula membunuh ASN/Polisi.

“Aparat hukum seharusnya bisa lebih cerdas lagi dalam upaya mengantisipasi lahirnya embrio terorisme, apalagi jika sudah bercita-cita untuk merubuhkan ideologi negara. Itu bisa dilakukan dengan cara sinergitas antar institusi pengguna uang negara,” kata dia.

Selama ini, kata dia, terlihat bahwa sepertinya persoalan terorisme semata-mata hanya menjadi “kewenangan” aparat hukum semata. Jikapun institusi lain terlibat biasanya kerap setelah tindakan terorisme itu terjadi. “Dari situ terlihat hanya ego sektoral yang dikedepankan saat sebelum terjadi tindak pidanan terorisme, namun kesan yang ditampilkan sepertinya mereka bekerja bersama-sama antar institusi jika tindak pidana terorisme sudah terjadi,” katanya melanjutkan.