Apa lagi yang harus kukatakan tentang hari? Menu sarapan yang sama di pagi hari; kemacetan yang sama sepanjang jalan; bualan yang sama janji politisi; nyinyir yang sama di media sosial?
Aku bahkan tak tahu, apakah hari masih menyisakan saat untuk percaya? Orang-orang menjanjikan nirwana dengan lidah sedepa untuk memenuhinya dengan neraka khianat semasa. Pribadi santun tampil dengan wajah malaikat untuk menculasi pengagum dengan akhir kecewa. Orang cerdik pandai bersilat lidah dan berakrobat dalil untuk berlutut di bawah tongkat sihir kuasa.
Syukur, hari masih menyisakan embun di rerumputan, hujan di langit kelabu, bunga di tamansari, senyum di bibir kasih.
Aku masih bisa menemukan kejujuran pada suara burung; ketulusan pada aliran air; kehangatan pada sinar mentari; keriangan pada desir angin.
Bila sisi manusiawi tak lagi memberi inspirasi hari, setidaknya masih bisa kurayakan hari dengan menari dalam irama alam, bernyanyi dalam nada semesta; bercengkrama dengan wewangi bunga.
Makrifat Pagi, Yudi Latif
Artikel ini ditulis oleh:
As'ad Syamsul Abidin