Jakarta, Aktual.com – Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) merespon positif rencana Kementrian Keuangan RI menggandeng Apkasi dalam pembahasan Rancangan Undang-undang yang akan memperbaharui hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
“Itu memang usulan kami, dan alhamdulillah Ibu Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Dirjen Perimbangan Keuangan menyatakan akan menggandeng Apkasi dalam setiap pembahasan RUU tersebut,” kata Wakil Ketua Umum Apkasi Emil Elestianto Dardak di Trenggalek, Sabtu (1/10).
Emil yang di Apkasi menjabat sebagai wakil ketua koordinator bidang infrastruktur, kehutanan, lingkungan hidup dan kerjasama luar negeri menuturkan, wacana pelibatan Apkasi dalam pembahasan RUU keuangan yang berkaitan antara hubungan pemerintah pusat dan daerah mengerucut saat digelarnya Apkasi Ministerial Forum di Jakarta, beberapa saat lalu.
Emil Dardak yang juga Bupati Trenggalek mengatakan, dalam menyikapi situasi keuangan pemerintah pusat yang mengalami kesulitan realisasi target penerimaan seyogyanya tidak sampai berdampak terhadap rencana pembangunan strategis daerah.
Sebab jika pembangunan daerah ikut terhambat, kata dia, dampak lanjutan akan terjadi sehingga menciptakan efek domino negatif yang berpotensi memperparah perlambatan ekonomi dan kekokohan ekonomi domestik Indonesia yang ditopang penguatan daya saing infrastruktur dan ekonomi daerah.
“Sebab itu kami menawarkan ‘strategi long term joint financing’ antara pemerintah pusat dan daerah. Konsep kebijakan ini pula yang sebelumnya kami paparkan saat menjadi narasumber di Forum Kepala Daerah se-Asia Pasifik di Korea Selatan, awal September lalu,” ujarnya.
Emil menyatakan, dana alokasi khusus (DAK) selama ini dikaji setiap tahunnya oleh kementerian sektor berdasarkan nilai strategis usulan kegiatan pembangunan. Jika ada pemotongan alokasi APBN dan DAK, maka daerah sebenarnya bisa memanfaatkan pola pinjaman daerah atau kerjasama dengan badan usaha berbasis “availability payment”.
“Namun selama ini paradigma yang berlaku adalah APBN atau DAK merupakan sumber pembiayaan prioritas untuk infrastruktur strategis, sehingga daerah enggan melakukan pembiayaan alternatif karena ditakutkan akan menghilangkan potensi memperoleh DAK di tahun-tahun berikutnya saat proyek strategis sudah terlanjur dibiayai dengan pembiayaan alternatif,” kata Emil.
Dengan dasar pemikiran itu, Emil mengusulkan agar dikaji sistem dimana daerah yang melakukan pembiayaan alternatif untuk proyek yang memenuhi nilai strategis dan memiliki tingkat urgensi tinggi.
Sementara untuk proyek-proyek yang bersifat rutin atau memiliki skala prioritas lebih rendah bisa mendapat kepastian alokasi DAK di tahun-tahun berikutnya, katanya.
“Ini akan menciptakan ruang fiskal dari APBD non-DAK, dan memungkinkan sebagian dari kewajiban pengembalian pinjaman di tahun-tahun berikutnya dapat dipenuhi tanpa menghambat pemenuhan belanja pembangunan yang sepatutnya dibiayai dari APBD non-DAK,” kata Emil.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Eka