Jakarta, Aktual.com – Aktivis Petisi 28, Haris Rusli meminta kepada Presiden Joko Widodo, untuk melakukan evaluasi terhadap empat menteri. Pasalnya, empat menteri itu, sudah menimbulkan permasalahan dalam negara Indonesia.
Menteri pertama, kata Haris Rusli, adalah Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral, Sudirman Said, yang dinilainya sering melanggar Undang-Undang.
“Sudirman Said ini orang yang sering melanggar Undang-Undang,” ucapnya kepada Aktual.com usai diskusi publik “Jokowi vs JK Dalam Isu Reshuffle Kabinet Jilid II” di Jakarta, Jumat (8/1).
Haris Rusli menilai, Sudirman Said telah berani menginjak-injak Undang-Undang Minerba dan mencoba mencuri uang rakyat melalui dana ketahanan energi.
“Dia membuat kontrak MoU (Memorandum Of Understanding) dengan Freeport, dengan menginjak-injak UU Minerba. Lalu berikutnya, dia mencoba memungut uang rakyat yang mestinya rakyatnya disubsidi. Sebetulnya kan udah ada pajaknya itu PPN di setiap liter yang dibeli rakyat, kok mau dicolong lagi duitnya rakyat. Itu keberanian yang luar biasa meskipun tidak jadi,” imbuhnya.
Selain Sudirman Said, Haris juga menambahkan bahwa Menteri BUMN Rini Soemarno, juga harus dievalusi kinerjanya oleh Presiden Jokowi, karena Rini telah membawa BUMN berhutang kepada Tiongkok dalam pembangunan infrastruktur disaat ekonomi negara sedang krisis.
“Dia (Rini) tokoh yang kontroversial, menggantungkan seluruh jiwa dan raga dan lehernya bangsa kepada Tiongkok. Membawa BUMN kita berhutang kepada Tiongkok yang sekarang ini sedang mengalami krisis ekonomi. Kita punya hutang ratusan triliun jadinya kepada Tiongkok dalam rangka untuk pembangunan infrastruktur. Dan ini sangat membahayakan ekonomi kita,” imbuhnya.
Selain Rini Soemarno telah membuat negara berhutang kepada Tiongkok, Haris menambahkan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro juga telah membuat sebuah rezim hutang yang disebabkan oleh patokan target yang harus dicapai.
“Bambang Bojdonegoro juga harus dievaluasi. Dia gagal dalam membuat target penerimaan yang berakibat pada gagalnya penerimaan negara pada 2015 di sektor pajak. Sebetulnya, dia ini masuk dalam rezim utang. Sengaja dia buat itu target penerimaannya tinggi, agar kita gagal mencapai itu. Dengan sendirinya kekurangan dari penerimaan itu ditutupi dengan utang. Jadi, saya kira dia gak mampu dalam sektor keuangan ini,” jelas Haris.
Sebelumnya, Haris juga mengatakan, Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan juga mesti dievaluasi, karena intervensinya kepada intansi penegak hukum, utamanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan juga telah membuat kegaduhan dalam persoalan perpanjangan kontrak PT. Freeport.
“Mereka itu yang selama ini menjadi proksi secara tidak langsung, dari kepentingan modal internasional maupun taipan dalam negeri, dalam mengeruk kekayaan bangsa kita. Jadi orang-orang ini yang mesti dievaluasi, yang langsung atau tidak langsung dalam bidang hukum, keuangan dan sumber daya. Kalau menteri-menteri yang lain saya kira kalau gak ada negara ini juga masih berjalan,” tandasnya.
Artikel ini ditulis oleh: