Jakarta, Aktual.com – Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Masykurudin Hafidz, menyatakan empat pasangan calon dapat muncul dalam Pilkada Jakarta. Dengan syarat kepemilikan 22 kursi dari total 106 kursi untuk mengajukan calon, sangat potensial akan adanya jumlah pasangan calon yang maksimal.
Jumlah total kursi di DPRD Jakarta sebanyak 106. Kursi tersebut tersebar di PDIP 28 kursi, Gerindra 15 kursi, PKS 11 kursi, Hanura 10 kursi, PPP 10 kursi, Demokrat 10 kursi, Golkar 9 kursi, PKB 6 kursi, Nasdem 5 kursi dan PAN 2 kursi.
“Secara ideal, koalisi dapat dibangun berdasarkan tiga kategori utama,” jelas Hafidz dalam keterangan tertulisnya yang diterima, Selasa (13/9).
Kategori pertama, yakni berdasarkan kategori nasionalis religius. Koalisi pertama dapat terbentuk dari NasDem, Golkar dan Hanura dengan jumlah total 24 kursi. Kemudian PDI Perjuangan mengusung pasangan calon sendiri dan koalisi Gerindra dengan Demokrat (25 kursi) serta terakhir koalisi PKB, PPP, PAN dan PKS dengan 29 kursi.
Kategori kedua berdasarkan variasi Kedekatan dengan Pemilih. Koalisi dapat terbentuk dari Gerindra dan PKB dengan 26 kursi, koalisi PKB, PAN, PPP dan Demokrat dengan 28 kursi, koalisi Nasdem, Golkar dan Hanura dengan 24 kursi dan PDI Perjuangan mengusung calon sendiri (28 kursi).
Dan, terakhir koalisi berdasarkan Kehendak Mencalonkan Gubernur atau Wakil Gubernur. Pertama, PDI Perjuangan tetap mengusung pasangan calon sendiri, kedua koalisi Gerindra, PPP dan PAN (27 kursi), ketiga koalisi Demokrat, PKS dan PKB (27 kursi) dan koalisi Nasdem, Golkar dan Hanura (24 kursi).
“Apabila kondisi itu terwujud, maka terdapat 4 calon gubernur dan 4 calon wakil gubernur jelas dapat mengakomodasi hampir seluruh kepentingan pemilih Jakarta,” jelas Hafidz.
Ditambahkan, semakin banyak jumlah pasangan calon maka semakin mengakomodasi latar belakang dan kepentingan warga Jakarta. Selain meningkatkan partisipasi pemilih, jumlah pasangan calon yang maksimal akan menguatkan legitimasi pemimpin Jakarta.
“Partai politik juga dinilai merepresentasikan aspirasi pemilihnya sejak awal secara baik. Segala ketidakpuasan warga dapat diminimalisir dengan mengakomodasi aspirasi sekuat-kuatnya, tak terkecuali siapa yang diinginkan oleh masyarakat untuk menjadi pemimpinnya,” demikian Hafidz.(Soemitro)
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid