Gedung Mahkamah Agung Jakarta

Jakarta, Aktual.Com-Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham Widodo Ekatjahjana mengatakan pada RUU Jabatan Hakim, Publik menyoroti empat poin pada Rancangan Undang-undang (RUU) Jabatan Hakim yakni sistem rektutmen, usia pensiun, karier hakim, dan perlakuan hakim Ad Hoc.

Lebih lanjut Widodo mengatakan, peran Komisi Yudisial (KY) pada sistem rekrutmen belum optimal. Sebagian besar menyatakan ingin peran KY lebih diefektifkan.

“Lalu terkait usia pensiun hakim, untuk hakim Pengadilan Negeri dibatasi 60 tahun, Pengadilan Tinggi 63 tahun, dan untuk hakim Agung 65 tahun,” terang Widodo melalui keterangan tertulis Jakarta, Selasa 14 Februari 2017.

Alasan pembatasan usia hakim yang dikemukakan adalah regenerasi. Selain itu, usia pensiun saat ini dinilai tidak menghasilkan produktivitas dan kualitas putusan-putusan.

“Bahkan kecenderungannya juga belum nampak wibawa hakim-hakim senior untuk merevolusi kultur hukum, mentalitas dan cara berpikir hakim agar meninggalkan budaya korup,” ujar Widodo.

Poin ketiga, karier hakim. menurut Widodo birokrasi dalam sistem karir tidak boleh menyebabkan hakim-hakim kehilangan independensinya karena takut dengan atasan atau pimpinan.

Poin keempat, perlakuan hakim Ad Hoc. Widodo mengatakan hakim Ad hoc terutama hakim-hakim tipikor diperlakukan sangat diskiminatif dan menurunkan wibawa hakim. “Aspirasi publik ini menjadi masukan bagi pemerintah agar sungguh-sungguh diperjuangkan dalam rancangan UU Jabatan Hakim yang dibahas dengan komisi III,” pungkas Widodo.

RUU Jabatan Hakim merupakan hak inisiatif DPR RI yang diajukan oleh Komisi III DPR RI pada September 2015 lalu. Setelah melalui berbagai proses diskusi dan rangkaian penyusunan, akhirnya naskah akademis (NA) dan draf RUU ini disampaikan kepada Badan Legislasi (Baleg) DPR RI untuk dilakukan harmonisasi, pembulatan, dan pemantapan konsep.

Artikel ini ditulis oleh:

Bawaan Situs