Jakarta, Aktual.com – Ada banyak kejanggalan dan potensi kerugian negara di pengalihan aset Unit Pengelola (UP) TransJakarta ke PT TransJakarta yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemprov DKI.
Disampaikan Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengatakan persoalan pengalihan aset TransJakarta menjadi salah satu dari permasalahan manipulasi aset di Pemprov DKI.
Kejanggalan pertama: mengenai petunjukan kantor jasa penilai publik DS dan rekan untuk melakukan penilaian aset Pemprov DKI Jakarta yang diinbreng-kan kepada PT. Transjakarta.
Menurut Uchok, hal itu telah melanggar peraturan. “Itu sudah menyalahi peraturan. Badan kajian itu harusnya Pemprov DKI yang menunjuk,” kata dia kepada Aktual.com, di Jakarta, Senin (14/9).
Dimana penunjukan justru dilakukan oleh konsultan ITDP (Institute for Transportation and Development Policy) dengan Kantor penilai publik Jasa penilai Doli Siregar dan Rekan, dengan nomor kontrak 009/ITDP-CTR/II1-02/11.
Menurut Uchok, pelanggaran petunjukan ini telah melanggar Peraturan Menteri Dalam Negeri No.17 tahun 2007 tentang pedoman teknis pengelolaan barang milik daerah. Terutama Pasal 52 ayat (1). Di situ dinyatakan bahwa “penilaian barang milik daerah dilaksanakan oleh tim yang ditetapkan oleh kepala daerah dan dapat melibatkan penilai independen yang bersertifikat di bidang penilaian aset.”
Kejanggalan kedua: mengenai harga tanah atau nilai appraisal yang cenderung direndahkan sampai dengan 80 persen bila dibandingkan dengan rata rata harga pasar. Sehingga berpotensi dapat merugikan negara, menimal sebesar Rp.775.075.685.174 (Rp775 miliar).
Misal, harga appraisal tanah di Terminal Kampung Rambutan ditetapkan hanya sebesar Rp1.000.000 dan Rp.850.000/m2. “Padahal harga tanah di lingkungan strategis seperti Kampung Rambutan dan sekitarnya sudah jauh di atas harga tersebut,” ungkap dia.
Kejanggalan ketiga: mengenai luas tanah yang dinilai dan diinbrengkan kepada PT. Transjakarta pada tujuh lokasi depo seluas 224.546 m2.
Dari data yang dimiliki Uchok, luas lahan itu berbeda dengan luas yang tercatat dalam inventaris UP Transjakarta seluas 426.984 m2. Sehingga ditemukan selisih atau bakal hilangnya aset tanah PT. Transjakarta seluas 202.437 m2
Kejanggalan keempat: aset seperti bus 156 unit dengan nilai sebesar Rp.217 miliar, JPO (Jembatan penyeberangan orang) sebanyak 136 buah pada koridor 10 senilai Rp.155.9 miliar yang dinilai oleh Kantor jasa penilai. Padahal sudah diserahkan atau dipergunakan oleh PT.TransJakarta.
Dari gambaran di atas, Uchok pun meminta Pemprov DKI untuk menghitung kembali aset-aset yang secara langsung dipergunakan PT. TransJakarta. “Kalau tidak dihitung aset-aset ini, maka yang terjadi adalah indikasi manipulasi aset untuk kepentingan pribadi agar memperoleh anggaran untuk Pilkada Jakarta,” tuding dia.
Artikel ini ditulis oleh: