Yogyakarta, Aktual.com – Rakernas majelis yang menaungi masalah Hukum dan HAM PP Muhammadiyah periode 2015-2020, yang diselenggarakan 26-28 Agustus 2016 di Yogyakarta, menghasilkan enam poin rekomendasi terhadap pemerintah.
Pertama, mendorong penundaan pelaksanaan segala kebijakan penambahan pendapatan negara melalui kebijakan yang bernilai ketidakadilan sosial dan permisif dalam pelanggaran hukum seperti Tax Amnesty.
Kedua, mendesak agar DPR, MPR dan Parpol serta segenap kekuatan politik lain agar memperhatikan aspek-aspek keadilan sosial dalam merencanakan penyusunan kembali GBHN.
Kemudian, meminta ketegasan pemerintah dalam pemberantasan korupsi dengan tidak memberi remisi kepada terpidana korupsi. Rekomendasi keempat, mendesak pemerintah segera menyelesaikan permasalahan kartel narkotika yang berpotensi menghambat pencapaian tujuan negara.
Kelima, meminta ketegasan pemerintah untuk segera mengevaluasi pelaksanaan pemberantasan terorisme dengan melakukan audit terhadap seluruh lembaga penegakkan hukum terkait.
Terakhir, meminta pemerintah dan DPR menerapkan dan merumuskan dengan sungguh ekonomi konstitusi dalam konstitusi ekonomi Indonesia serta penuangannya dalam peraturan perundang-undangan.
Sebagaimana diutarakan Busyro Muqoddas selaku Ketua Umum PP Muhammadiyah bidang hukum, seluruh poin yang disepakati dianggap sudah mengandung unsur HAM sipil, politik dan ekosob.
“Pemerintah sejak Orba hingga sekarang sangat rendah sekali pertimbangan HAM sipol dan ekosob nya, padahal itu sudah diratifikasi dalam UU,” kata dia, saat penutupan rakernas, Minggu (28/8).
Dirinya juga menegaskan bahwa apa yang telah diputuskan MHH dalam rakernas agar tidak dilanggar di kemudian hari, terutama oleh Ketuanya Syaiful Bahri.
“Marah besar Allah SWT kepada orang yang telah membuat keputusan tapi tidak melaksanakan, jangan sampai,” ujar Busyro.
*Nelson
Artikel ini ditulis oleh:
Nelson Nafis