“Tidak pernah dilihat latar belakang apa, agamanya apa, sukunya, tidak ada. Beliau tidak mempedulikan itu. Jadi benar-benar menyamakan semua status warga negara itu sama diberikan hak yang sama,” beber Ketua Ikatan Alumni Universitas Pendidikan Indonesia (IKA UPI) 2012–2022.
Kebebasan dan persamaan hak bagi warga keturunan Tionghoa tidak ia dapatkan pada tahun 70-an. Enggar pun mempunyai pengalaman yang pahit ketika menjadi mahasiswa di Bandung, Jawa Barat.
“Sejak mahasiswa, saya menjadi makhluk yang langka. Orang yang langka di Bandung karena saya keturunan China.”
Tapi, karena mempunyai niat untuk berbuat lebih baik, Enggar memberanikan diri datang ke presidium dewan mahasiswa untuk bergabung ke dalam organisasi kampus.
“Saya Kristen dan keturunan China. Saya mau berbuat dan mau aktif. Boleh nggak? Tapi, saya tidak mau diperlakukan berbeda. Saya nggak mau dibedakan dan saya tidak mau membedakan diri,” kenang Enggar.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin