Ilustrasi petani dan alat tangkap ikan (dw)

Jakarta, Aktual.com – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjamin pengurusan izin perikanan tangkap semakin mudah pada era kebijakan penangkapan terukur seperti tidak ada lagi surat keterangan melaut (SKM) sebagai pengganti surat izin penangkapan ikan (SIPI) di Pantai Utara (Pantura) Jawa.

“SKM di era penangkapan ikan terukur sudah tidak digunakan lagi, karena melanggar undang-undang yang sanksinya pidana dan perdata. Kita alihkan ke jaring tarik berkantong (JTB) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Nelayan eks cantrang sudah setuju dan berkomitmen untuk mengikuti aturan yang ada, pascakunjungan Bapak Menteri ke Pantura (Jawa) tahun lalu,” kata Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Muhammad Zaini dalam siaran pers di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, para pelaku usaha perikanan tangkap Pantura Jawa enggan mengurus izin penangkapan ikan karena tidak ingin membayar pungutan hasil perikanan (PHP).

Padahal hal tersebut menjadi kewajiban pelaku usaha untuk mendapatkan izin yang menerapkan mekanisme PNBP praproduksi.

Ia menegaskan bahwa pelaku usaha berhak untuk melaut menangkap ikan, namun juga berkewajiban untuk membayarkan PHP sebagai PNBP sumber daya alam perikanan tangkap.

KKP, lanjutnya, telah berkomitmen memberikan pelayanan perizinan berusaha subsektor penangkapan ikan yang cepat dan mudah.

Zaini memaparkan hadirnya sistem informasi izin layanan cepat (SILAT) membawa reformasi perizinan berusaha dari yang semula dinilai lambat, kini dapat selesai dalam waktu satu jam saja.

Regulasi yang mengatur tentang alat penangkapan ikan tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia dan Laut Lepas serta Penataan Andon Penangkapan Ikan.

“Langsung saja ajukan perizinan berusaha subsektor penangkapan ikan. Pastikan kapal tidak markdown dan data dukung sudah sesuai dan lengkap. SILAT bisa diakses 24 jam, kapan saja di mana saja. Jadi, tidak ada alasan izin terbit lama, karena akan diproses dalam satu jam oleh petugas,” imbuhnya.

Menyoroti penumpukan kapal perikanan di Tegal, Jawa Tengah, yang tidak bisa melaut, KKP melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap telah turun jemput bola ke lapangan dengan menggelar layanan pemeriksaan fisik kapal perikanan.

Sebanyak 895 unit telah dilakukan pemeriksaan, dan sampai saat ini 602 unit kapal yang telah memiliki persetujuan pengadaan kapal perikanan (PPKP) dan 415 unit kapal telah terbit buka kapal perikanan (BKP).

“Ini artinya baru 35 persen saja pelaku usaha yang bisa mengurus izin penangkapan ikan. Mereka bukan 1-2 tahun bergerak di usaha ini, harusnya sudah mengetahui bagaimana mekanisme dan prosedur sesuai regulasi yang ada,” tegas Zaini.

Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP juga sudah melakukan banyak relaksasi dan kemudahan lainnya dalam rangkaian proses penerbitan perizinan berusaha subsektor penangkapan ikan khusus JTB, di antaranya dengan mempermudah dan mempercepat proses penerbitan PPKP dan BKP.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyatakan bahwa kebijakan penangkapan terukur yang mulai dijalankan pada 2022 ini akan membawa sektor kelautan dan perikanan ke era baru dengan banyak dampak positif.

Menurut dia, akan ada banyak dampak positif dari penerapan kebijakan penangkapan terukur, khususnya untuk wilayah timur Indonesia.

Berbagai dampak positif itu, ujar dia, mulai dari tumbuhnya usaha baru yang berimbas pada penyerapan tenaga kerja, hingga meratanya pertumbuhan ekonomi di wilayah pesisir sehingga tidak lagi terpusat di Pulau Jawa.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Dede Eka Nurdiansyah