Kegiatan yang diinisiasi oleh Kementerian Perindustrian dan United Nation Industrial Development Organization (UNIDO) ini berlangsung pada tanggal 8-9 November 2018. Konferensi ini dihadiri para perwakilan dari 12 negara di kawasan Asia Pasifik, antara lain Bangladesh, Bhutan, Jepang, Kamboja, Korea Utara, Laos, Malaysia, Myanmar, Nepal, Pakistan, Timor Leste, dan Vietnam.

“Salah satu programnya adalah ‘capacity building’. Misalnya, dari negara lain nanti ada yang ikut pelatihan di Indonesia, mereka melihat langsung industri yang menjadi ‘pilot project’ di dalam Making Indonesia 4.0. Jadi, kita ‘sharing’ pengalaman dan kebijakan Indonesia tentang penerapan industri 4.0,” kata Menperin.

Ia menjelaskan untuk mengubah menjadi negara yang kompetitif di era revolusi industri 4.0, diperlukan integrasi konektivitas, teknologi, informasi dan komunikasi. Upaya ini mampu mengarahkan proses industri yang lebih efisien dan menghasilkan produk yang lebih berkualitas.

“Jadi, paradigma baru bergeser, yang memposisikan proses manufaktur sebagai hasil dari penggunaan internet yang memungkinkan terjadinya komunikasi antarmesin serta antara manusia dengan mesin secara ‘real time’, yang akan menciptakan ‘smart products and smart services’,” tuturnya.

Selain itu, diyakini bahwa industri 4.0 dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing sektor industri kecil dan menengah (IKM).

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid