Aktual.com – Tentara Turki terus menggempur milisi Kurdi Suriah di lintas perbatasan kedua negara. Serangan tersebut dilanjutkan guna mengusir kelompok Kurdi yang menguasai wilayah perbatasan di Suriah.
Turki bergerak memulai pengepungan di Suriah bagian utara pada Rabu (9/10) lalu, setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menarik militernya keluar dari wilayah tersebut.
Hanya saja, mereka yang mengecam menganggap bahwa penarikan pasukan AS sama saja dengan memberikan izin bagi Turki untuk melancarkan serangan lintas perbatasan. Namun pihak Turki membela diri sekaligus membantah anggapan itu.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dengan tegas menyampaikan alasan melakukan penyerangan. Kata Erdogan, aksinya ini merupakan upaya untuk menciptakan “zona aman” yang bebas dari milisi Kurdi.
Dengan begitu, jika wilayah perbatasan sudah steril dari milisi Kurdi, maka dapat digunakan untuk menampung pengungsi Suriah. “Kami tidak akan berhenti terlepas apapun yang dikatakan orang,” kata Presiden Erdogan, Jumat (11/10).
Pihak Turki memandang milisi Kurdi Pasukan Demokrasi Suriah (SDF) yang menguasai wilayah perbatasan sebagai “teroris” yang mendukung pemberontakan anti-Turki. SDF menjadi sekutu penting AS dalam perang melawan kelompok yang menamakan diri Negara Islam (ISIS).
Diklaim kekhawatiran utama masyarakat internasional adalah nasib ribuan tahanan terduga ISIS, termasuk banyak warga asing di dalamnya yang berada di bawah penjagaan pasukan Kurdi.
Melansir BBC Indonesia, jumlah korban meninggal dunia bertambah. Sedikitnya 11 warga sipil tewas dan puluhan petempur SDF pimpinan Kurdi serta kelompok pro-Turki terbunuh.
Kabar terbaru, korban tewas dari pihak Turki telah dipastikan militer Turki. Dampak penyerangan terhadap milisi Kurdi Suriah, paling tidak sekitar 100 ribu orang dilaporkan telah meninggalkan rumah mereka.
Di sisi lain, dunia yang dimotori AS mendesak agar dihentikannya serangan ini. Dalihnya adalah tak lain mencegah bertambahnya jumlah korban jiwa.
Partai Republik di DPR AS mengumumkan rencana RUU sanksi terhadap Turki, sementara Presiden Trump diklaim telah menawarkan diri sebagai penengah.
Seperti diketahui, militer Turki melancarkan serangan darat dan udara ke Suriah. Gempuran itu ditujukan kepada Milisi Kurdi Suriah. Dalam peristiwa ini ratusan orang dikabarkan tewas dan puluhan ribu warga sipil mengungsi.
Serangan hari kedua Turki terhadap milisi Kurdi di timur laut Suriah pada Kamis (10/10), memaksa ribuan orang lari mencari pengungsian dan telah menewaskan setidaknya puluhan orang.
Militer Turki mengawali serangannya terhadap Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin milisi YPG Kurdi pada Rabu (9/10), beberapa hari setelah pasukan Amerika Serikat (AS) ditarik dari wilayah timur laut Suriah.
SDF mengatakan serangan udara dan bombardir Turki menewaskan sembilan warga sipil. Sementara pejabat Turki mengatakan bahwa serangan balasan pasukan pimpinan Kurdi ke kota-kota di perbatasan Turki menewaskan enam orang, termasuk bayi berusia 9 bulan.
Komite Penyelamatan Internasional mengatakan 64.000 orang di Suriah telah melarikan diri sejak operasi militer Turki dimulai. Kota-kota Ras al-Ain dan Darbasiya, sekira 60 km di timur Suriah, sebagian besar telah ditinggalkan.
Kelompok pengamat mengatakan pasukan Turki telah merebut dua desa di dekat Ras al-Ain dan lima lainnya di dekat kota Tel Abyad.
Sementara seorang juru bicara pasukan pemberontak Suriah mengatakan kota-kota dikepung setelah para milisi merebut desa-desa di sekitar mereka.
Jet-jet tempur Turki terbang hingga 30 km ke wilayah Suriah – batas yang dijanjikan Menteri Luar Negeri Mevlut Cavusoglu untuk tidak dilewati oleh pasukan Turki.
Tindakan Turki itu sontak menimbulkan reaksi dari AS yang memberi dukungan kepada SDF selama peperangan menghadapi kelompok teroris. Melalui parlemen, AS menyerukan dijatuhkannya sanksi terhadap Ankara.
Artikel ini ditulis oleh: