Jakarta, Aktual.com – Pemerintah menyatakan kepada PT Freeport Indonesia bahwa penggunaan cara teror pegawai tidak relevan untuk digunakan oleh perusahaan asal Amerika Serikat itu dalam memainkan posisi tawar selama proses sengketa kontrak dengan pemerintah.
Direktur Jenderal Mineral Dan Batubara, Kementerian ESDM, Bambang Gatot Aryono mengatakan bahwa pemerintah sudah memberikan keluasan bagi Freeport agar beralih ke IUPK selama masa negosiasi, hal ini supaya dapat melakukan ekspor dan berjalannya aktifitas produksi.
Namun jika dalam proses negosiasi tidak mencapai mufakat dan Freeport menginginkan tetap pada KK, maka pemerintah membolehkan Freeport beralih kembali dari IUPK ke KK, dengan konsekuensi tidak diperbolehkan ekspor konsentrat.
“PP 1 diberikan IUPK 6 bulan, kalau tidak sepakat harus pemurnia, ini fleksibel, Freeport kerja dulu, kalau gak cocok, kembali pada kontrak. Oleh karena itu isu teror pegawai nggak pas, anda kalau kondusif perundingan diselesaikan dengna baik, anda harus tetap bekerja,” ujarnya di Jakarta, Senin (20/3).
Bambang menambahkan, pemerintah tidak memaksa Freeport untuk beralih kontrak, namun jika Freeport mempertahankan KK, maka hendaknya membangun smelter, dan pemerintah tetap akan melarang ekspor konsentrat pada entitas KK sebagaimana ditegaskan dalam UU No 4 Tahun 2009.
Jikapun Freeport melakukan gugatan ke Mahkamah Arbitrase, pemerintah mengaku siap meladeni perusahaan atas persengketaan yang terjadi.
“Pemerintah tidak memaksa dan pemerintah berikan piliha. Kalau gak mau berubah ya silah tetap KK tapi harus melakukan pemurnian. Jadi nggak ada masalah. Mau Arbitrase, silahkan,” tandasnya.
Laporan: Dadangsah Dapunta
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan