Jakarta, Aktual.com – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjelaskan bahwa dari semua pilihan dan cara-cara mencapai kesepakatan yang ada PT Freeport Indonesia lebih memilih untuk merumahkan karyawan.
“Merumahkan karyawan adalah cara paling terakhir dari semua pilihan yang ada. Karena ESDM sendiri sudah meminta untuk tidak melakukan hal tersebut, dan kesepakatan belum tercapai,” kata Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Komunikasi Publik Hadi Mustofa Djuraid di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (27/2).
Ia juga menjelaskan bahwa hingga saat ini proses negosiasi masih terus berlangsung dan belum selesai, tapi proses merumahkan karyawan sudah dilakukan PT Freeport.
“Pilihan perpanjangan kontrak sudah kami berikan, rekomendasi ekspor kembali juga sudah dikeluarkan pemerintah, kalaupun mau dengan Kontrak Karya juga bisa, tentu saja dengan peraturan yang baru sesuai saat ini,” katanya.
Rekomendasi ekspor itu diharapkan oleh pemerintah bisa dimanfaatkan oleh PT Freeport, agar produksi kembali bisa meningkat. “Terus terang tidak ada laporan resmi apakah merumahkan atau PHK karywan, belum ada data yang jelas, termasuk jumlahnya. Namun, dampaknya sudah terasa bagi masyarakat setempat,” katanya.
Solusi-solusi sudah tercantum dalam draft IUPK yang ditawarkan pemerintah dalam waktu enam bulan untuk bisa dipelajari agar perusahaan tetap berjalan.
Hadi juga mengatakan akan memberikan solusi sebaik mungkin yang bisa diterima, karena yang paling terpenting adalah kesejahteraan masyarakat setempat dulu.
Dalam waktu yang sama, Pemuka agama dari Papua menemui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan membahas tentang belum selesainya polemik PT Freeport Indonesia.
“Kami minta hak masyarakat Papua mendapatkan tempat yang sama penting dalam polemik antara pemerintah Indonesia dengan PT Freeport. Dan Pak Menteri mendukung hal tersebut,” kata Uskup Timika John Philip Saklil.
Ia juga meminta agar karyawan Freeport tidak lagi dirumahkan secara sepihak tanpa adanya hal yang tidak manusiawi. Oleh karena hal tersebut, hak-hak dari masyarakat Papua minta didahulukan.
“Maupun nanti akan terus atau berhenti PT Freeport itu, lingkungan hidup haruslah dikembalikan lagi. Selain itu hak-hak misalnya dana yang dikucurkan tidaklah jelas, bilang satu persen akan dikucurkan, tetapi dari berapa,” kata Uskup.
Karena adanya proses negosiasi yang berkepanjangan, kesenjangan terhadap kesejahteraan masyarakat Papua semakin terasa, bahwa perhatian untuk masyarakat setempat kurang dipertimbangkan.
Ia juga menjelaskan bahwa regulasi yang disepakati antara Freeport dan pemerintah belum berdampak baik pada masyarakat.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan