Jakarta, Aktual.com — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan penyelesaian Undang-Undang Mineral dan Batubara serta Undang-Undang Minyak dan Gas yang sedang digodok oleh legislatif agar diselesaikan pada tahun ini.

Namun menurut Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian ESDM, Sujatmiko, dia merasa yang paling diprioritaskan adalah penyelesaian revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara, karena Undang-Undang ini berkaitan dengan pembangunan smelter yang terus menjadi perhatian publik.

“Tahun 2016 ini mudah-mudahan revisi UU Migas dan Minerba bisa selesai dengan prioritas adalah Undang-Undang Minerba dulu,” kata Sujatmiko di Kementerian ESDM, Jl. Medan Merdeka Selatan No. 18, Selasa (17/5).

Sebelumnya Revisi ini telah menuai penolakan dari berbagai lapisan masyrakat. Seperti halnya, Aktivis Gerakan Dekrit Rakyat Indonesia (GDRI) Cahlid Muhammad menolak dengan tegas draf revisi tersebut.

Cahlid mengatakan bahwa draf tersebut menyalahi kaidah pembuatan revisi perundang-undangan karena sama sekali tidak mencerminkan penyempurnaan namun malah mencabut subtansi Undang-Undang tersebut.

“Dalam tradisi perubahan satu peraturan perundang-udangan, berdasarkan kaidah peratura pembuatan perundang-undangan, dia hanya akan mengganti atau menyempurnakan beberapa pasal saja, tetapi kalau lihat dari draf yang beredar, RUU ini seperti sedang mencabut UU No 4 tahun 2009 sehingga tidak masuk dalam kategori revisi, ini amputasi terhada UU Minerba,” katanya.

Selain itu, mantan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia periode (2005-2008) ini juga mencermati bahwa draf rancangan revisi Undang-Undang tersebut tidak diatas dasar melindungi kepentingan bangsa namun melainkan upaya membuka jalan bagi kepentingan korporasi.

Dia meminta DPR untuk berani bersikap tegas dan menolak naskah akademik Undang-Undang yang ditargetkan akan rampung pada bulan Juni 2016 mendatang.

“Oleh karena itu, DPR harus tegas untuk menolak revisi UU itu karena tidak tercermin dengan kuat bahwa revisi ini untuk melidungi kepentingan bangsa dan negara serta melindungi kepentingan rakyat banyak, tetapi justru kesan yang kuat adalah melindungi kepentingan korporasi skala besar,” pungkasnya

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka