Kondisi instalasi sumur pengeboran panas bumi PT Geo Dipa Energi setalah terjadinya ledakan pipa di dataran tinggi Dieng Desa Karang Tengah, Batur, Banjarnegara, Jateng, Selasa (14/6). Ledakan pipa gas panas bumi yang terjadi pada Senin (13/6) mengakibatkan seorang teknisi meninggal dunia sedangkan lima lainnya mengalami luka parah dan masih dirawat di rumah sakit. ANTARA FOTO/Anis Efizudin/aww/16.

Jakarta, Aktual.com – Kementerian ESDM mengungkapkan bahwa pemahaman yang baik saat melakukan pencarian cadangan panas bumi, akan dapat menghasilkan BPP yang murah, demikian juga sebaliknya.

Untuk mengurangi resiko BPP yang mahal, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memiliki tugas untuk melakukan penyelidikan dan penelitian sumber daya geologi (georesources) di permukaan dan bawah permukaan. Salah satunya adalah dalam menyediakan peta potensi panas bumi di Indonesia.

“Badan Geologi Kementerian ESDM menyediakan data dan informasi awal melalui Survei Geologi, Geofisika dan Geokimia untuk mengurangi resiko kegagalan dan menekan biaya eksplorasi. Sehingga data tersebut lebih mudah untuk dikembangkan lebih lanjut oleh pengusaha,” ujar Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Ego Syahrial dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu (15/2).

Pentingnya data potensi dan cadangan panas bumi yang akurat menjadi kunci untuk mengurangi ketidakpastian dari bisnis ini. Pemerintah juga memiliki andil besar untuk meminimalisir resiko kegagalan tersebut.

Data-data tersebut, lanjut Ego, menjadi bagian data terpadu yang dikembangkan secara terintegrasi dengan data subsektor ESDM lainnya, dan dihimpun dalam sistem satu data.

Sistem satu data yang diberi nama ESDM One Map Indonesia ini memuat berbagai informasi seperti Potensi Geologi (mineral, batubara, panas bumi, bitumen padat dan Coal Bed Methane/CBM); Wilayah Izin Usaha Pertambangan; Wilayah Kerja Migas; Wilayah Kerja Panas Bumi; Data Hulu Migas (sumur, kilang, seismik 2D dan seismik 3D); Kawasan Hutan; dan Infrastruktur Ketenagalistrikan (pembangkit, gardu induk, jaringan transmisi dan jaringan distribusi).

Melalui penyajian data yang lengkap, akurat dan terintegrasi, maka investor akan semakin mudah, akurat dan efisien untuk menyusun rencana investasinya di sektor ESDM, termasuk pengembangan energi Panas Bumi.

Untuk diketahui, Indonesia memiliki potensi sumber daya Energi Baru Terbarukan (EBT) lebih dari 400 Giga Watt (GW). Namun baru dimanfaatkan sekitar 8,8 GW atau 2%. Khusus untuk energi panas bumi, Indonesia memiliki potensi panas bumi sekitar 29,5 GW, dengan cadangan sekitar 16,5 GW. Sementara, kapasitas terpasang pada 2016 baru sebesar 1.643,5 MW atau 5,6% dari total potensi panas bumi.

Pengembangan panas bumi memiliki dua kegiatan utama, yaitu kegiatan di bawah permukaan tanah (sub surface) dan di atas permukaan tanah (surface). Surface berhubungan dengan fasilitas lapangan uap, yang menjadi bagian dari Steamfield Above Ground System (SAGS). Fasilitas ini terbentang dari kepala sumur produksi hingga ke rumah turbin dan berakhir di sumur injeksi.

Di sisi lain, subsurface berkaitan dengan reservoir panas bumi itu sendiri. Reservoir adalah suatu tempat terakumulasinya sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, dan batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya.

Berbeda dengan surface, kegiatan subsurface sangat dipengaruhi oleh tingkat pemahaman atas karakter kondisi geologi, geofisika dan geokimia cadangan panas bumi. Dengan kata lain, karakterisasi dan potensi dari reservoir panas bumi perlu dilakukan evaluasi berdasarkan data dan informasi yang akurat.

Semakin baik tingkat pemahaman tersebut, maka semakin tinggi juga derajat ketepatan rancang bangun pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP), sehingga pembangunan fasilitas pembangkit listriknya akan lebih terkontrol, efisien dan tepat waktu.

Dengan tingkat akurasi yang tinggi dalam menemukan cadangan panas bumi serta rancang bangun yang tepat, diharapkan produksi energi listrik yang dihasilkan juga semakin ekonomis. Hal ini berujung pada terwujudnya Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik yang semakin murah.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka