Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jarman. (ilustras/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyosialisasikan tiga peraturan menteri terkait dengan jual beli listrik yang salah satu tujuannya menciptakan tarif harga listrik keekonomian bagi masyarakat.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman memaparkan tiga peraturan menteri yang diterbitkan, yaitu Permen ESDM No 10 Tahun 2017 tentang Pokok-Pokok dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik, Permen ESDM No.11 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Gas Bumi untuk Pembangkit Listrik dan Permen ESDM No.12 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

“Kami kenalkan ‘adjustment’ (penyesuaian) untuk menjaga kondisi di luar kendali PLN dibebankan bersama-sama,” kata Jarman di Kantor Ditjen Ketenagalistrikan Jakarta, Jumat (10/2).

Ia menjelaskan Permen 10 mengatur Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) antara pembeli (PLN) dengan penjual (IPP) terkait aspek komersial untuk seluruh jenis pembangkit termasuk Panas Bumi, PLTA dan PLT Biomass. Sementara, pembangkit EBT yang intermiten dan Hidro di bawah 10 megawatt (MW), diatur dalam peraturan tersendiri.

Dalam Permen 10, PJBL menggunakan pola kerja sama berupa “build, own, operate, transfer” (BOOT), berbeda dengan sistem sebelumnya yang hanya berlaku BOO.

“Dengan amanat MK, yakni penguasaan negara harus hadir itu, pada term (PJBL) 30 tahun, harus ditransfer ke pemerintah melalui PLN tentunya,” kata Jarman.

Sementara itu, Permen No 11 Tahun 2017 mengatur sisi teknis dan harga gas untuk pembangkit listrik yang bertujuan untuk menjamin kesediaan pasokan gas dengan harga yang wajar dan kompetitif, baik untuk gas pipa maupun gas alam cair (liquefied natural gas/LNG).

Permen ini juga diterbitkan untuk pengembangan pembangkit listrik di mulut sumur (wellhead) melalui penunjukan langsung serta untuk memberikan kemudahan dalam pengaturan alokasi gas bagi pembangkit listrik.

Jarman menjelaskan gas yang menjadi komponen besar dalam sektor kelistrikan harus dikendalikan dari segi harga agar tidak mengacaukan keekonomian listrik yang ingin dicapai pemerintah.

“Komponen yang terbesar adalah gas, kalau tidak diatur akan mengacaukan. Tarif listrik harus kompetitif. Oleh karena itu, dalam formula Permen 11, semua gas dikontrol dengan tarif adjustment,” kata Jarman.

Salah satu poin utama dari Permen 11 ini adalah PLN atau Badan Usaha Pembangkit Tenaga Listrik diberi kewenangan untuk mengimpor LNG (sepanjang harganya dibawah 11,5 persen dari harga terbawah ICP ).

Ada pun Permen No 12 Tahun 2017 mengatur jenis Pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan sumber energi terbarukan yaitu PLTS Fotovoltaik, PLTB (angin), PLTA (air), PLTBm (biomassa), PLTBg (biogas), PLTSa (sampah), dan PLTP (panas bumi/geothermal).

Dalam Permen tersebut, jika biaya pokok penyediaan pembangkitan (BPP) di atas rata-rata BPP nasional, harga pembelian tenaga listrik paling tinggi sebesar 85 persen dari BPP setempat atau khusus PLTSa dan PLTP paling tinggi sebesar BPP setempat.

ANT

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Arbie Marwan