Jakarta, Aktual.co — Solidaritas Pensiunan Karyawan Pertamina (eSPeKaPe) mengingatkan kepada Presiden RI Joko Widodo agar cermat dan tidak memilih Direktur Utama Pertamina dari dinasti Ari Soemarno.

Berdasarkan informasi yang digali dari dalam Kementerian BUMN, nama calon Direktur Utama Pertamina sudah selesai di proses oleh Tim Penilaian Akhir (TPA). Dikabarkan sosok yang terpilih berasal dari eksternal seperti Dirut Semen Indonesia Dwi Soetjipto, namun ada juga kandidat yang pernah menjabat direksi Pertamina.

Kemungkinan sosok itu adalah Ahmad Faisal mantan Direktur Niaga Pertamina era Dirut Ari Soemarno, Ferederick Siahaan ST yang mantan Direktur Keuangan Pertamina juga di era Dirut Ari Soemarno. Berikutnya ada nama Widyawan Prawira Atmaja, Deputi Pengendalian Komersial SKK Migas yang pernah sempat akan dijadikan Direktur Hulu Pertamina di era Dirut Ari Soemarno, tapi kapasitas dan kapabilitasnya justru kalah oleh Karen Agustiawan. Selain itu ada Dirut Semen Indonesia Dwi Soetjipto yang berlatar belakang Akuntan, sama seperti Sudirman Said dan Amien SKK Migas.

Ari Soemarno sendiri menjadi Dirut Pertamina sejak 8 Maret 2006 sampai tahun 2009, dan merupakan kakak kandung Menteri BUMN Rini M Soemarno.

“Ari juga menjadi salah satu kandidat terkuat untuk menempati komisaris utama di Pertamina menggantikan Sugiharto,” kata Ketua Umum eSPeKaPe, Binsar Effendi Hutabarat melalui keterangan resminya, Rabu (26/11).
 
Menurutnya, jika saja informasi ini ada kebenarannya, Solidaritas Pensiunan Karyawan Pertamina (eSPeKaPe) akan mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan janjinya saat menjadi Presiden terpilih yang disampaikan di Balai Kota Jakarta pada 24 September 2014. Jokowi saat itu mengatakan dengan tegas, bahwa ia akan melakukan sejumlah pembenahan pada Pertamina dan menyatakan pula akan merombak perusahaan plat merah tersebut untuk memberantas mafia migas.
 
Ia mengungkapkan, saat Ari Soemarno menjadi dirut di Pertamina, dan berdasarkan persetujuan Dewan Komisaris pada 17 September 2008, ia membentuk ISC (Integrated Supply Chain). Dimaksud agar dapat menyelaraskan pengadaan minyak mentah dan BBM buat kebutuhan kilang dan pemasaran.

“Tapi, mana buktinya ISC yang dibentuk Bapak Ari ini? Justru sampai saat ini pun yang terjadi adalah penghambatan pembangunan kilang baru. Sebaliknya bukan malah memfasilitasi dan mempercepat pembangunan kilang,” lanjutnya.
 
“Orang yang paling berkuasa di ISC waktu itu adalah Ari H Soemarno, karena dialah yang membentuk ISC pada 2008. Dengan demikian eSPeKaPe bisa menyebutkan, bahwa ISC ‘jantung mafia migas di Pertamina’ yang selama Dirut Pertamina Ari justru melakukan kontrol pengawasan terhadap Petral. Sehingga ISC Pertamina inilah yang secara de facto dan de jure menguasai Petral,” tuturnya.
 
Dalam sektor migas ada kejahatan terstruktur, sistematis dan massif dalam pengelolaan migas. Selama ini sangat sepi dan jauh dari ruang ruang pemberitaan dan diskursus publik, karena kuatnya backing para mafia migas ini dan dilindungi, bahkan dari pusat pusat  kekuasaan.

Nampaknya dengan kuatnya posisi Ari H Soemarno dalam pusaran politik migas dan terbukti pernah ditunjuk menjadi ketua kelompok kerja bidang energi pada kantor transisi Jokowi untuk menyusun road map energi pemerintahan Jokowi-JK, tak pelak menjadi perhatian serius dari pensiunan Pertamina yang ada di eSPeKaPe.
 
“Indikator ini bisa dilihat bagaimana para mafia migas berusaha tetap eksis dalam pemerintahan siapapun yang berkuasa. Niat Jokowi memberantas mafia migas nampaknya telah terinfiltrasi dari dalam, sehingga sangat sulit diharapkan niat tersebut akan terlaksana dengan baik pada prakteknya”, imbuh Binsar Effendi yang juga Komandan Gerakan Nasionalisasi Migas (GNM).

Artikel ini ditulis oleh:

Eka