Eva Kusuma Sundari (Aktual/Ilst.Nelson)

Jakarta, Aktual.com – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) Komisi XI, Eva Kusuma Sundari menyebut Indonesia sulit lepas dari utang untuk memenuhi belanja negara karena sudah menjadi budaya para pemangku negara terdahulu.

“Itu kan sejak zaman Pak Harto kita berutang setiap tahun, bukan jaman Jokowi saja.

Dalam krisis tahun 1998, jelas Eva, pemerintah berutang ke luar negeri dalam bentuk dolar. Sehingga saat nilai dolar jatuh juga berimbas pada rupiah. Ditambah lagi dengan bunga bank dan pembayaran sudah jatuh tempo tentu tidak ada jalan lain kecuali mencairkan dana panas, utang.

Untuk, itu Jokowi tidak punya pilihan lain selain berutang untuk menambal APBN yang ada.

“Jokowi menang, sistemnya baru? Oh tidak, Jokowi telah terikat dengan sistem atau praktik lama yang sudah ada berpuluh tahun. Kita tinggal melanjutkan,” ujarnya di Jakarta, Rabu (28/12).

Lebih lanjut, kata Eva, sebenarnya pemerintah telah berupaya  mencukupi kebutuhan negara tersebut dengan program tax amnesty. Namun, tingkat kesadaran masyarakat untuk membayar pajak sangat kecil.

“Kita ini diwarisi sistem fiskal yang tidak mencukupi. Pelan – pelan upaya untuk menyehatkan sistem fiskal kita dengan tax amnesty supaya penerimaan pajak bagus, hasil pajaknya nambah. Tapi yang bayar pajak sekarang sedikit. Dari 65 persen wajib pajak hanya 10 persen  mau bayar pajak,” sesalnya.

Hal itu dibuktikan dengan temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa hanya 20 persen dari perusahaan ekploitasi tambang di dalam negeri yang taat membayar pajak.

Untuk itu, dirinya mengharapkan semua pihak bersedia membayar pajak sehingga negara tidak berhutang terus-menerus.

“Ini menuntut supaya nggak hutang, tapi bayar pajak nggak mau. Ya ngomong apa? Di semua negara manapun mandiri secara ekonomi semua berasal dari pajak. Coba kalau semuanya patriotisme, beres negara ini,” tandasnya.

Musdianto

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan