Jakarta, Aktual.com —Energi Watch Indonesia (EWI) mengatakan praktik yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) untuk menjual solar konsumsi industri lebih murah daripada solar untuk konsumsi masyarakat memang terkesan tidak adil
Namun katanya, strategi itu berkemungkinan ditempuh Pertamina untuk meningkatkan daya saing industri karena akan menekan biaya produksi dari sektor bahan bakar ditengah melemahnya ekonomi nasional.
“Memang terkesan tidak adil bagi masyarakat, Namun pilihan ini harus ditempuh untuk menyelamatkan industri dari keterpurukan,” kata Direktur Eksekutif EWI, Ferdinand Hutahaean
Sebagaimana diketahu data stok nasional solar sudah berada di level yang tringgi diatas 24 hari, bahkan selama tahun 2016 berada di kisaran 30-an hari hingga menyebabkan krisis daya tampung penyimpanan (krisis Ullage)
Kondisi tahun 2015 pada Juli stok tersedia 27 hari, Agustus 26 hari, September 24 hari, Oktober 24 hari, November 25 hari, Desember 24 hari. Selanjutnya 2016 Januari 28 hari, Februari 27 hari, Maret 28 hari, dan April 33.
Untuk mengatasi kondisi tersebut di atas, dengan mengacu risalah rapat direksi Pertamina No 047 tanggal 22 Maret 2016 maka dilakuikan kargo solar dengan harga diskon pada konsumen industri sebesar 105% MOP atau setara dengan Rp4 550/liter. sebagai informasi harga normal konsumen industri pada saat ini adalah USD 53/Bbl
Harga ini jauh lebih murah dibandingkan dengan harga penjualan solar PSO (konsumsi masyarakat) sebesar Rp 5500 / liter. dengan kata lain pemerintah saat menetapkan harga solar PSO pada bulan Maret 2016 membuat rakyat Indonesia dipaksa untuk menanggung inefisiensi Pertamina.
kondisi diatas diperparah juga dengan masih adanya solar impor yang terus dilakukan oleh pertamina walau stok nasional sudah tinggi.
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Andy Abdul Hamid