“Belgia dan Italia, misalnya, rasio utangnya terhadap PDB di atas 100 persen, namun mereka tidak menjadi pasien IMF. Sebaliknya, Irlandia dan Spanyol rasio utangnya 40 persen terhadap PDB, tapi keduanya jadi pasien IMF,” sebutnya.
Di tingkat Asia, ia pun mencontohkan Thailand. Meskipun memiliki rasio utang yang lebih tinggi dari Indonesia, namun negara Gajah Putih ini disebutnya memiliki rasio pajak yang jauh lebih tinggi dibandingkan Indonesia.
Karenanya, Thailand memiliki kemampuan yang lebih baik dari Indonesia untuk membayar utang.
“Begitu juga dengan Jepang. Meski rasio utang mereka sangat tinggi, namun rasio tersebut sangat aman karena lebih dari 90 persen utang tersebut berasal dari dalam negeri. Apalagi, sebagian besar surat utang pemerintah dipegang oleh Bank Sentral Jepang sendiri,” bebernya.
Situasi ini pun sangat bertolak belakang dengan yang dihadapi Indonesia. Surat berharga di tanah air misalnya, 37 % pemiliknya merupakan pihak asing.
Pun demikian dengan pertumbuhan ekonomi di tanah air yang lebih dari setengahnya ditopang oleh sektor konsumsi. Padahal, negara-negara yang rasio utangnya tinggi tadi pertumbuhan ekonominya ditopang oleh sektor produksi dan ekspor.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan
Andy Abdul Hamid