Fadli pun menyimpulkan bahwa penyusunan APBN 2018 tidak banyak mengantisipasi risiko buruk yang mungkin terjadi pada 2018. Pemerintah disebutnya tidak belajar dari pengalaman lalu tentang kegagalan pemerintah dalam merealisasikan proyeksi ekonomi yang tercermin dalam APBN.
Menurutnya, permasalahan ini mungkin tak akan terlalu berpengaruh terhadap masyarakat pada saat ini. Hal ini juga ditunjang dengan beberapa faktor lainnya, seperti harga minyak yang masih relatif stabil.
“Masalahnya, jika tahun depan harga minyak dunia menyentuh taksiran umum US$55-60 per barel, sementara APBN kita mengasumsikan harga jauh lebih rendah dari itu, bukankah pemerintah sebenarnya hanya sedang menunda gejolak dengan menurunkan asumsi-asumsi makro ekonomi yang mungkin kita hadapi di tahun depan,” jelasnya.
“Jadi, jangankan mengantisipasi krisis yang mungkin terjadi pada 2018, dan menyiapkan pos anggaran untuk itu, jika dalam menyusun anggaran saja asumsi-asumsi yang digunakan oleh pemerintah tidak realistis. Itulah salah satu alasan kenapa Partai Gerindra menolak pengesahan APBN 2018 dalam Rapat Paripurna tanggal 25 Oktober pekan lalu. Penyusunan anggaran belanja pemerintah tidak kredibel,” imbuhnya seraya menyudahi.
Laporan: Teuku Wildan
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan
Andy Abdul Hamid