Jakarta, Aktual.com – Insiden meledaknya meriam tempur tipe 80 Giant Bow pelontar peluru kaliber 23 mm buatan Cina saat gladiresik latihan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) Kostrad, di Tanjung Datuk, Natuna, Kepulauan Riau, Rabu, (17/5) lalu, mengundang keprihatinan Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon.
Di sela-sela kegiatan Global Legislative Openness Conference di Kiev, Ukraina, Fadli, Wakil Ketua membawahi bidang politik dan keamanan, menyampaikan ucapan belasungkawa untuk para prajurit yang menjadi korban.
“Pertama saya menyampaikan duka cita sedalam-dalamya kepada keluarga empat prajurit TNI yang wafat kemarin. Semoga diberi ketabahan dan keikhlasan dalam menghadapi musibah ini. Mereka meninggal sewaktu menjalankan tugas, harus diberi apresiasi dan penghormatan oleh negara. Untuk delapan prajurit lainnya yang harus menjalani perawatan, kita berharap mereka bisa segera pulih,” ujar Fadli.
Kedua, lanjutnya, TNI tentu saja harus segera melakukan penyelidikan atas insiden tersebut. Alat utama sistem persenjataan (alutsista) dan peralatan tempur yang disiagakan seharusnya selalu berada dalam kondisi prima. Apalagi ini alutsista di wilayah Natuna, yang menempati posisi strategis bagi pertahanan negara, karena berhadapan dengan wilayah konflik Laut Cina Selatan.
“Insiden ini tentu saja mengurangi kredibilitas armada pertahanan kita di mata negara lain. Penyelidikan itu harus dilakukan sangat serius, karena insiden itu terjadi persis dua hari sebelum kunjungan Presiden ke Natuna. Ini insiden yang sangat serius,” tambah dia.
Ketiga, perlu segera melakukan evaluasi dan audit alutsista, termasuk mengevaluasi rencana-rencana pengadaan yang sedang berlangsung. Pengadaan alutsista seharusnya berasal dari produsen-produsen terbaik dan melalui proses terbuka dan terawasi. Sejumlah alutsista yang proses pengadaannya bermasalah bisa melahirkan masalah dan insiden.
“Pengadaan alutsista bekas juga seharusnya tak boleh ada lagi,” tegasnya.
Saat ini, sambung Fadli, anggaran pertahanan mencapai Rp108 triliun. Meskipun angka itu masih di bawah 1,5 persen PDB (Produk Domestik Bruto), namun itu merupakan anggaran terbesar bidang pertahanan dalam satu dekade terakhir.
“Mestinya dengan perencanaan yang baik dan belanja alutsista yang transparan, anggaran itu bisa digunakan untuk memperbaiki sistem alutsista secara bertahap. Insiden itu seharusnya mengingatkan kembali TNI pada khittah sebagai militer profesional. Untuk itu TNI harus melakukan evaluasi,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh: