“Kebijakan ini pasti akan berpengaruh terhadap perekonomian global. Ditambah oleh kenaikan suku bunga acuan The Fed, efeknya bisa jadi berganda,” katanya.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini mengatakan, Ancaman repatriasi ini akan makin memperkuat nilai tukar dollar. Hal ini tentu saja akan berdampak terhadap perekonomian Indonesia.

“Setiap penurunan nilai tukar rupiah, beban pembayaran cicilan utang dan bunga utang kita tentu jadi membengkak, karena semuanya dibayar dengan dollar. Sebagai gambaran, per Oktober 2017, total utang luar negeri kita mencapai US$341,52 miliar, atau sekitar Rp4.603 triliun. Dengan angka tersebut, beban pembayaran bunga utang kita tahun depan diperkirakan bisa di atas angka Rp300 triliun,” kata Fadli.

Karenanya, ia meminta Pemerintah dan otoritas moneter untuk berpikir cerdik. Jika kita menghadapi kenaikan suku bunga acuan The Fed dengan menaikan juga suku bunga acuan di dalam negeri, kata Fadli, itu akan kontraproduktif dengan kebijakan pemerintah selama ini yang berusaha untuk menekan tingkat suku bunga kredit di bawah dua digit. Sebab, setiap kenaikan suku bunga acuan, maka suku bunga kredit juga otomatis akan naik, yang pada gilirannya akan kian menekan iklim usaha di dalam negeri.

“Bank Indonesia harus bisa merumuskan kebijakan yang pas, agar tidak memukul sektor riil yang saat ini sedang terjepit,” tegasnya.

Apalagi, tambah Fadli, di tahun politik 2018, pemerintah tak boleh kehilangan fokus terhadap soal ekonomi. “Jangan sampai kita tak memiliki skenario jika terjadi gejolak ekonomi tahun depan,” pungkasnya.

Laporan: Nailin in Saroh

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid