Bagi negara agraris seperti Indonesia, kata dia, ketimpangan tersebut tentu saja berimplikasi buruk.

“Sekitar 56 persen dari penduduk pedesaan kemudian hanya bisa menjadi buruh tani, atau petani gurem. Dan itu telah berimplikasi pada angka kemiskinan di pedesaan, di mana sebanyak 62,75% penduduk miskin berasal dari sana, dan sebagian besarnya adalah petani,” ungkap Fadli.

Lebih lanjut, Presiden Global Organization of Parliamentarians Against Corruption (GOPAC) itu menjelaskan, untuk mengatasi masalah ketimpangan, Indonesia telah meningkatkan anggaran pendidikan dan kesehatan, agar orang miskin bisa mendapatkan akses yang sama terhadap dua kebutuhan vital tersebut.

Namun, menurut dia, upaya menangani ketimpangan tak cukup dilakukan hanya dengan menangani efeknya saja, tapi juga harus dilakukan dengan menyasar faktor penyebabnya.

“Dan salah satu penyebab terjadinya ketimpangan adalah korupsi. Ada banyak negara menderita karena korupsi, sebab korupsi telah meminggirkan rakyat dari proses pengambilan kebijakan yang adil dan demokratis, yang kemudian berakibat pada terabaikannya hak-hak dasar mereka,” paparnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid