Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai sistem pemilu Indonesia harus mapan, sehingga tidak berubah setiap ada pergantian pemimpin dan juga tidak tergantung pada selera kekuasaan.
“Karena, kalau setiap lima tahun sekali kita ubah UU seperti ini, terlihat kita main-main dan tidak memiliki sistem penyelenggaraan pemilu yang mapan,” katanya di Gedung Nusantara II DPR, Jakarta, Jumat (28/10).
Dia mengatakan, kalau kita konsisten dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) maka yang berjalan adalah sistem proporsional terbuka.
Menurut dia, harus mulai meyakini bahwa sistem tersebut yang dikehendaki masyarakat luas dan bisa diakomodasi oleh partai-partai politik.
“Seharusnya kita sistem terbuka kalau konsisten dengan keputusan MK maka sistem pemilunya adalah proporaional terbuka,” ujarnya.
Politikus Partai Gerindra itu mengatakan memang saat ini diperlukan perubahan terkait Keputusan MK mengenai Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden secara serentak.
Namun dia menilai, sistem penyelenggaraan pemilu tidak perlu berubah yaitu tetap proporsional terbuka karena melalui sistem itu, masyarakat bisa berpartisipasi, bukan hanya parpol.
“Kalau hanya parpol yang berhak (berpartisipasi) berarti kita sudah memangkas hak masyarakat untuk dipilih,” katanya.
Dia menilai, proses demokrasi yang sudah berjalan maka lebih bagus sistem yang dijalankannya adalah terbuka.
Hal itu menurut dia memungkinkan bagi kader partai, aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan aktivis kampus bisa menjadi calon legislatif.
Dalam draft RUU Penyelenggara Pemilu yang diserahkan pemerintah kepada DPR pada Jumat (21/10), Pasal 138 ayat (2) menyebutkan bahwa Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka terbatas.
Lalu di Pasal 138 ayat (3) menjelaskan bahwa Sistem proporsional terbuka terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan sistem Pemilu yang menggunakan sistem proporsional dengan daftar calon yang terbuka dan daftar nomor urut calon yang terikat berdasarkan penetapan partai politik.
Dalam Pasal 393 ayat (1) disebutkan bahwa Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 3,5 persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR.
Dalam perkembangannya, Rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR pada Selasa (25/10) memutuskan pembahasan RUU itu dilakukan ditingkat Panitia Khusus (Pansus) dengan tujuan agar pembahasannya komprehensif karena melibatkan komisi-komisi di DPR.
Rapat Paripurna DPR pada Jumat (28/10) menyetujui pembentukan Pansus yang terdiri dari 30 orang dari 10 fraksi.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid