Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua DPR-RI Fahri Hamzah mengemukakan produktivitas badan usaha milik negara harus terus dipacu dengan iklim usaha yang sehat agar mampu menghasilkan produk berkualitas dan berdaya saing tinggi sebanyak-banyaknya.
Fahri kepada pers di Jakarta, Minggu (2/4), mengatakan BUMN memiliki potensi besar untuk menghasilkan produk berkualitas dan sudah banyak produknya yang mampu menembus pasar ekspor.
Karena itu, kemampuan itu harus terus dipacu sehingga produknya bisa menembus pasar regional maupun internasional.
“Kalau orang BUMN berhasil menjual produk karya anak bangsa dan bukan sumber daya alam seperti batu bara dan migas adalah pahlawan dan menguntungkan negara. Sementara itu kemampuan mereka menjual produk ke pasar internasinal adalah prestasi, bukan kolusi,” katanya.
Dia mengatakan untuk mampu menembus pasar internasional tidak mudah karena persaingannya yang ketat dengan poduk sejenis dari negara lain. Karena itu kalau ada BUMN yang mampu memasarkan produknya di kancah internasional adalah prestasi dan prestise.
Jajaran BUMN yang produknya mampu menembus pasar internasional adalah anak-anak bangsa yang berkarya untuk meraih prestasi dan prestise. Mereka adalah pahlawan karena mengharumkan nama bangsa dan negara.
Di sinilah, kata dia, iklim investasi dan dukungan dari semua pihak diperlukan agar BUMN mampu terus memproduksi barang atau jasa yang berakualitas ekspor. Jika tanpa dukungan dan dorongan yang optimal, prestasi, prestise dan reputasinya bisa terganggu, bahkan hancur.
“Kalau ada BUMN berhasil menjual produknya ke negara lain itu prestasi. Justru harus dipacu supaya menghasilkan barang berkualtas sebanyak-banyaknya apalagi yang berkualitas sehingga bisa ekspor karena mengharumkan dan menguntungkan negara,” katanya.
Dia mengemukakan untuk mampu menembus pasar ekspor harus dilalui dengan tahap dan proses yang panjang. Tak jarang melibatkan “agency” atau perantara yang bertindak sebagai marketing atau marketer. Hal itu sesuatu yang biasa dalam bisnis.
Ketika pemasaran suatu produk harus melibatkan “agency”, dia mengakui, dalam bisnis atau perdagangan harus ada “fee”. Tanpa “fee”, produknya kadang sulit dijual, setidaknya tidak gampang menjualnya.
“Apalagi kalau BUMN itu memproduksi barang ‘by order’, bukan di ‘show room’,” kata politisi PKS yang juga Presiden Keluarga Alumni KAMMI ini.
Mengenai “fee” yang berpotensi menjadi persoalan hukum, dia mengemukakan,”fee” merupakan urusan internal perusahaan. Jika dianggap persoalan, harus dilihat status pegawai di BUMN itu apakah PNS atau bukan.
Jika “fee” dianggap sebagai gratifikasi, kata Fahri, ada jangka waktu sebulan untuk melaporkan. Kalau tidak dilaporkan dalam kurun waktu sebulan itu, ada aturan hukumnya. Karena itu, harus ditelaah lebih lanjut jika “fee” yang bisa menjadi persoalan hukum dan dianggap itu sebagai gratifikasi.
Yang terpenting dari penjualan produk itu adalah apakah ada kerugian negara atau tidak. Fahri khawatir jika “fee” menjadi persoalan hukum, orang di perusahaan negara takut memproduksi barang apalagi yang berkualitas karena penjualannya bisa dipersoalkan secara hukum dan akhirya reputasi atau prestasinya hancur.
Hal itu karena “fee” hal biasa dalam bisnis. Persoalannya apakah ada kerugian negara atau tidak dan juga ada kerugian perusahaan atau tidak, kata Fahri.
ANT
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Arbie Marwan