Fahri Hamzah

Jakarta, Aktual.com-Wakil ketua DPR Fahri Hamzah mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) bahwa pertanggungjawaban pemberantasan korupsi secara politik ada di tangan presiden dan wakil presiden dan bukan di tangan penegak hukum.

Karena, penegak hukum hanya sebagai pelaksana. Hal itu menanggapi keputusan Presiden Jokowi untuk menunda pembentukan Densus Tipikor Polri.

“Seharusnya presiden mencermati dinamika di balik usulan membuat Detasemen Khusus Tipikor sebab sudah saatnya politik penegakan hukum pemberantasan korupsi kita dievaluasi setelah 15 tahun,” kata Fahri dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Rabu (25/10).

“Sudah saatnya penegakan hukum atas pidana korupsi dipercayakan kembali pada lembaga intinya,” tambah dia.

Politisi asal NTB ini juga menjelaskan sebagai pemimpin eksekutif tertinggi presiden harus bertanggungjawab atas situasi penegakan hukum secara umum dan khususnya pemberantasan korupsi. Isu korupsi sangat berkaitan langsung dengan kredibilitas pemerintahan yang dipimpin oleh presiden.

“Jika isu korupsi marak artinya integritas pemerintahan dianggap rendah dan sebaliknya ya, apalagi isu itu dikaitkan dengan banyak ya jumlah penangkapan pejabat,” sebut dia.

“Jangan karena KPK populer akhirnya presiden mengalah dengan kebijakan yang seharusnya menjadi hak prerogatif presiden dan DPR, yaitu politik legislasi untuk melembagakan pemberantasan korupsi yang lebih baik ke depan,” papar politikus PKS itu.

Seperti di ketahui, presiden telah memutuskan untuk menunda menyetujui Densus Tipikor yang diwacanakan Kapolri dan Komisi 3 DPR dalam berbagai Rapat Kerja. Densus Tipikor adalah kelembagaan yang dimaksudkan untuk mengintensifkan kegiatan pemberantasan Korupsi secara lebih massif di seluruh daerah.

 

Pewarta : Novrizal Sikumbang

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Bawaan Situs