Yulianis (istimewa)

Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah menilai kesaksian Yulianis, bekas anak buah terpidana korupsi M. Nazaruddin saat menjadi narasumber di Pansus Angket KPK DPR RI perlu ditindaklanjuti.

Fahri pun mengaku sudah bertemu langsung dengan orang yang menyerahkan uang sebesar Rp1 miliar, kepada satu komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK saat itu, sebagaimana yang diungkapkan Yulianis.

“Saya kalau lihat kesaksiannya (Yulianis), dan orang-orang yang disebut hadir dalam persidangan itu, saya bisa mengerti bahwa ini tentu harus ditindaklanjuti,” ujar Fahri di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (26/7).

Menurut Fahri, jika ada laporan seperti yang disampaikan Yulianis di Pansus Angket KPK, sebaiknya segera diproses secara hukum. “Kalau ada bukti dalam temuan pansus, dan ada cukup alat bukti permulaan harus diproses secara hukum,” katanya.

Sayangnya, kata Fahri, selama ini KPK terlalu banyak menutupi, dan bahkan melarang lembaga lain melakukan penegakan hukum, terhadap semua pejabat di KPK yang jelas-jelas tersandung sebuah kasus. Padahal berdasarkan konstitusi, hukum itu berlaku untuk semua orang tanpa pandang bulu.

“Buat KPK, hukum tidak berlaku pada orang tertentu karena klaim moralnya. Padahal, klaim moral dan image isu ini kan tidak bisa dibuktikan? Fakta hukum lah yang bicara,” sebut Fahri.

“Mulai dari Bibit Chandra, waktu itu Antasari pernah, kemudian penyidiknya dan akhirnya orang jadi tidak berani lagi memproses hukum orang-orang di lembaga antirasuah itu,” tambahnya.

Karenanya, Politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menegaskan agar semua yang dibuka di pansus angket KPK, termasuk juga temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) harus segera diproses. “Ini adalah bagian dari mendidik bangsa Indonesia agar taat hukum,” katanya.

Ia menambahkan, yang perlu dilakukan agar penegakan hukum di negeri ini berjalan adalah mencari alat buktinya, sehingga bisa tetapkan sebagai tersangka dan disidang.

“Saya kira orang-orangnya masih hidup semua, termasuk saksi masih lengkap dan itu bisa diprsoes. Asal tau saja, nggak boleh karena satu lembaga begitu populernya, sehingga orang didalamnya nggak bisa disentuh hukum,” katanya.

“Yang tak boleh disentuh hukum umum itu hanya presiden dan wapres, karena harus mlalui mekanisem impeachment dulu. Kalau yang lain bukan warga negara luar biasa. Semua bisa kena hukum,” pungkas Fahri Hamzah.

 

Laporan Nailin Insaroh

Artikel ini ditulis oleh: