Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, memberikan bantahan dihadapan wartawan, di Gedung Nusantara III, Kompleksp Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (20/2), terkait perkataan Nazaruddin dalam persidangan kasus E-KTP. Selain menyampaikan bantahan secara tertulis yang berjudul "Grand Korupsi M.Nazaruddin", Fahri yang mengaku tidak pernah ada bisnis di DPR selama hampir 14 tahun menjadi anggota dan Pimpinan DPR, akan terus melawan persekongkolan Nazar dan KPK. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menilai pembongkaran fasilitas yang ada di sel tahanan narapidana korupsi di Lapas Sukamiskin Bandung, Jawa Barat telah melanggar hak asasi manusia (HAM).

“Jadi saya kira apa yang ada di Sukamiskin ini menjadi contoh jangan disalahkan, jangan fitnah, jangan bohong, jangan juga KPK mengintervensi terlalu jauh apa yang sudah baik yang dibangun di Sukamiskin ini. Sekarang itu zamannya hak asasi manusia, human rights itu udah beda,” ujar Fahri, saat meninjau Lapas Sukamiskin, Sabtu (28/7).

Fahri menganggap wajar apa yang dilakukan oleh para narapidana mengganti fasilitas yang ada di dalam selnya. Menurut dia, Lapas Sukamiskin merupakan yang tertua dan sudah berumur 100 tahun, sehingga perlu pembenahan.

Ia mencontohkan penggantian kloset jongkok dengan kloset duduk. Kata dia, narapidana di Sukamiskin sudah ada yang berumur tua dan tidak mungkin menggunakan kloset jongkok. Namun pada kenyataannya, malah ditentang KPK.

“Makanya kalau orang yang mengganti kloset jongkok menjadi kloset duduk, kalau zaman Belanda masih memakai kloset jongkok masa hari ini tidak boleh memakai kloset duduk itu sudah bocor, sudah rusak, sudah ancur,” katanya.

Kemudian kehadiran puluhan saung. Menurutnya, saung-saung tersebut sangat bermanfaat bagi narapidana ketika menerima kunjungan keluarga.

Meski berasal dari uang narapidana, namun saung itu sering dipakai untuk kajian, pengajian, serta diskusi antarnarapidana lainnya.

Setelah saung tersebut dibongkar, ia menilai KPK telah mengintervensi dan merampas hak asasi seseorang untuk bersosialisasi dengan tahanan lain.

“Mungkin KPK kaget kok ada pengajian, mungkin dia (KPK) mikirnya orang jahat nggak perlu pengajian, ini orang-orang koruptor nggak perlu baca buku. Itu mungkin mentalitas yang umurnya dua abad yang lalu,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby