Amat disayangkan pemerintah justru hendak memasukkan tambahan pengeluaran pada APBN-P 2016 untuk mengamankan proyek strategis nasional, termasuk menyelipkan anggaran penyertaan modal negara (PMN).

“Semoga pemerintah sadar stabilitas makroekonomi jauh lebih strategis ketimbang proyek LRT atau sejenisnya, yang jika ditunda setahun saja agaknya jauh lebih murah ketimbang mengorbankan stabilitas makroekonomi,” tegasnya.

Kalau skenario shorfall penerimaan perpajakan mengarah ke Rp 100 triliun atau lebih, dan baru dilakukan penjadwalan ulang ketika sudah terdesak, maka ongkosnya bakal lebih mahal. Yang paling mahal adalah ongkos kemerosotan kredibilitas pemerintah. Apalagi pemerintah tampaknya tidak berani menjalankan kebijakan secara konsisten karena tidak populis.

“Ketika segalanya telah terlambat, satu demi satu lembaga pemeringkat menurunkan rating Indonesia. Tak terbayangkan dampaknya bagi perekonomian,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka