Buruh mengangkut garam sisa produksi tahun 2015 di lahan garam desa Bunder, Pademawu, Pamekasan, Jatim, Senin (14/3). Petani garam di Madura berharap Pemerintah menepati janjinya untuk meninjau ulang Permendag No. 125 Thn 2015 tentang ketentuan impor garam yang sempat dipersoalkan oleh petani garam di seluruh Indonesia. ANTARA FOTO/Saiful Bahri/nz/15

Jakarta, Aktual.com – DPR RI tidak menyetujui rencana pemerintah untuk membuka kran impor garam sebagai antisipasi kelangkaan garam yang terjadi di Indonesia belakangan ini.

Menurut anggota Komisi IV DPR RI Fauzih H. Amro, seharusnya pemerintah membenahi birokrasi tata niaga garam ketimbang harus mengimpor garam dari luar negeri. Sebab, sumber daya laut Indonesia sangatlah luas sehingga sangat disayangkan bila produksi garam dalam negeri tidak dioptimalkan. Apalagi, menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sudah menyatakan siap bertanggung jawab melakukan pemberdayaan petani garam.

“Kita sumber daya lautnya luas, NTT dan Madura juga penghasil garam. Ini kesalahan birokrasi yang berkepanjangan. Bu Susi sebagai penanggung jawab kebijakan dia sanggup ngomong ke kita. Tapi kalau diserahkan lagi ke PT garam itu kan birokrasinya enggak langsung. Sehingga garam NTT, Madura itu mubazir. Wong lautnya luas,” ujar Fauzih usai menghadiri Rapimnas I Hanura di Bali, Sabtu (5/8).

“Kita enggak setuju buka kran impor garam. DPR enggak setuju,” tegasnya.

Sementara, terkait kartel garam yang menyebabkan salah satu komoditas penting Indonesia itu langka, Fauzih mencurigai adanya kesalahan dalam prosedur ketataniagaan. Dimana, distribusi garam terkesan dimonopoli PT Garam.

“Ini kan (ranah) perdagangan. Kenapa kementrian perdagangan ngotot? Pasti ada sesuatunya. Kita harap tata niaganya tidak hanya kepada PT garam, tapi juga kementrian terkait,” katanya.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Enggartiasto Lukita, mengatakan Kemendag akan memberi izin kepada perusahaan yang ingin mengajukan impor garam industri.

(Reporter: Nailin)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka