Warga setempat pada umumnya bekerja sebagai buruh bangunan, pekerja pabrik, pegawai toko dan warung makan, petani padi, pengawai negeri, serta karyawan kantor. Areal persawahan di sekitar dusun itu pada umumnya dikerjakan warga setempat yang sudah berumur.
Selama 16 tahun berturut-turut, setiap tahun, Komunitas Lima Gunung memancang festival tahunan mereka dengan lokasi di dusun-dusun kawasan gunung-gunung yang mengitari Kabupaten Magelang dengan kehidupan sosial kemasyarakatan yang kental suasana desa dan alam masing-masing.
Namun, festival ke-17 tahun ini, terkesan berbeda karena diputuskan lokasinya di dusun relatif dekat kota terramai daerah itu. Tahun ini, sebagai catatan pertama atas perjalanan komunitas menetapkan lokasi festival di dusun dengan masyarakat “setengah desa-kota”.
Kiranya, hal tersebut menjadi bacaan utama inspirasi Sutanto Mendut yang kemudian menaruhkan instalasi “Desa-Kota” di dekat Panggung Sawah, untuk disampaikan kepada siapa saja yang hadir dalam festival yang tahun bertema “Masih Goblok Bareng” itu.
“Desa itu kalau jadi kota ‘mertanggung’ (tanggung, red.), desa itu kalau tetap desa yang sungguh desa, dan yang lihat kota yang tidak ‘mertanggung’. Hebatlah itu! Sayang desa dan kota serba ‘mertanggung’,” ucap Sutanto dalam perbincangan dengan sejumlah petinggi komunitas yang dirintisnya jauh sebelum 17 tahun lalu.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid