Jakarta, Aktual.com – Tahun depan diprediksi masih akan penuh ketidakpastian ekonomi, apalagi bank sentral Amerika Serikat juga bakal menaikan suku bunganya, the Fed fund rate (FFR) sebanyak tiga kali.
Hal ini tentu saja berdampak serius terhadap posisi dana-dana yang ada di negara emerging market seperti Indonesia. Namun sayangnya, di tengah ketidakpastian itu, instrumen moneter disebut tak bisa lagi mengantisipasi dampak dari kebijakan The Fed tersebut.
“Jadi di tahun depan, the Fed yang akan menaikkan suku bunganya secara bertahap berpotensi melemahkan nilai tukar dan membuat pasar keuangan semakin rentan,” tandas ekonom INDEF, Bhima Yudhistira Adhinegara, di Jakarta, Selasa (27/12).
Dengan kondisi demikian, kata dia, mestinya ada antisipasi kebijakan baik dari sisi fiskal maupun moneternya. Instrumen kebijakan tersebut diharapkan akan bisa mengantisiapsi dampaknya terhadap sektor keuangan dalam negeri.
“Tapi saya rasa, dari sisi moneter, sepertinya sulit berharap pada instrumen moneter selama ini. Seperti suku bunga BI 7 days repo rate yang kemungkinan tetap atau naik di 2017 nanti untuk menahan kenaikan suku bunga Fed itu tak akan banyak berarti,” tandas dia.
Sementara dari sisi fiskal, kondisi anggaran yang di tahun 2017 mengalami perubahan besar dengan meningkatkan kapasitas fiskal daerah harusnya bisa membuat daerah tak terguncang.
“Untuk itu, poin pentingnya adalah bagaimana efektivitas penyerapan anggaran di daerah. Karena dengan jumlah dana transfer daerah yang lebih besar dibandingkan belanja kementerian/lembaga harus lebih berdampak,” cetusnya.
Dengan kondisi demikian, kata Bhima, pihak INDEF sendiri memprediksi pertumbuhan tahun depan tak akan jauh dari kondisi saat ini yaitu tak lebih dari angka 5%. Apalagi memang, kata dia, laju inflasi tahun 2017 juga akan kian meninggi. Banyak faktor yang menyebabkan inflasi tinggi, baik dari dalam maupun dari luar negeri.
Menurutnya, harga minyak dunia hasil dari pemangkasan kebijakan OPEC beberapa waktu lalu, jika kenaikannya di atas USD55/barel secara persisten atau berkelanjutan justru akan membuat inflasi harga yang diatur pemerintah meningkat.
“Alhasil, inflasi bahan makanan juga bisa naik yang pada akhirnya membuat daya beli masyarakat kian menurun. Itu semua harus diantisipasi oleh pemerintah dan regulator,” tandas Bhima.
(Laporan: Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka