Jakarta, Aktual.com — Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk perusahaan berstatus BUMN dinilai rawan disalahgunakan. Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) melihat hal itu lantaran, tidak mampunya Menteri BUMN Rini Soemarno mengarahkan BUMN tersebut untuk Mandiri.
“BUMN sampai sejauh ini tidak diarahkan ke produksi, kemudian ke distribusi, kemudian ke ekspor-impor, kemudian ke industrialisasi. Makanya kemudian bahwa suntikan-suntikan modal, karena tidak dikonstruk sebagai permulaan yang diarahkan ke produksi dan industrialisasi, kemudian ekpor-impor, rawan dibancakin,” papar Sekretaris Jenderal Fitra Yenny Sucipto, di kantornya, Jakarta, Minggu (5/6).
Diakui Yenny, permintaan penambahan PMN itu pun terasa janggal. Terlebih, untuk bisa menjalan proyeknya BUMN tersebut dibukakan pintu untuk meminjam uang. Hal ini tentunya menjadi kontradiksi dengan kondisi dan situasi BUMN itu sendiri.
Maka dari itu, sambung Yenny, sebetulnya Presiden Joko Widodo tidak bisa berkelit dan memiliki alasan kuat untuk mencopot Rini Soemarno dari jabatannya sebagai Menteri BUMN.
“(Menteri Rini) di reshufle. Semua BUMN diarahkan berhutang kok. Kemudian yang kedua mau dipisahkan dari kekayaan negara,” tegasnya.
Dalam keterangannya, Fitra memaparkan adanya perubahan kebijakan ihwal pembiayaan anggaran dalam RAPBN-P 2016. Ada empat poin terkait pengeluaran pembiayaan yang menurut Fitra harus disoroti.
Pertama soal penambahan PMN kepada PT PLN (Persero) dalam rangka mendukung program pembangkit listrik 35 ribu Mega Watt. Kedua, alokasi pembiayaan investasi kepada BLU Lembaga Manajemen Aset Negara (BLU LMAN) dalam rangka pendanaan pengadaan tanah untuk infrastruktur.
Ketiga alokasi PMN kepada Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) terkait program Jaminan Kesehatan Nasional (KJN), dan terakhir alokasi cadangan pembiayaan untuk dana antisipasi pembayaran kepada masyarakat terdampak lumpur di Sidoarjo.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid