Jakarta, Aktual.com — Pembagunan kereta cepat dan perumusan UU pengampunan pajak merupakan satu paket yang tidak terpisahkan dalam permufakatan jahat untuk penguasaan lahan PT Perkebunan Nusantara VII (PTPN VII) seluas 3 ribu hektar.
Lahan PTPN VII yang akan segera berakhir HGU tersebut akan dibangun berbagai properti dan dijadikan kota mandiri sebagai tempat Transit Oriented Development. Demikian dikatakan Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA)
“Jadi, ini satu paket terintegrasi, kalau pembagunan properti tersebut hanya mengandalkan perputaran uang dalam negeri, jelas tidak cukup, maka dibikin UU pengampunan pajak untuk membawa kembali ke Indonesia uang diluar negeri yang disimpan para pengemplang pajak dan para pelaku korup,” kata Sekjen FITRA, Yenny Sucipto di kantornya kawasan Mampang Jakarta, Senin (15/2).
Yenni menyampaikan kekecewaan FITRA pada kebijakan pemerintah Jokowi yang memberi pengampunan pajak. Menurut Yenni, UU pengampunan pajak merupakan ‘karpet merah’ yang diberikan pemerintah kepada para pelaku korup dan pengemplang pajak yang menyimpan uangnya di luar negeri.
“Ini pemerintah memberi karpet merah kepada para penjahat, agar uang itu nanti digunakan untuk membiayai pembangunan properti di kawasan PTPN VII yang terintegrasi dengan kereta cepat, lihat aja, perputaran uangnya orang-orang itu aja,” ungkapnya.
Dia menyerukan kepada publik untuk menyoroti proyek kereta cepat dan RUU pengampunan pajak karena dua hal tersebut merugikan negara.
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan