Jakarta, Aktual.com — Menteri BUMN Rini Soemarno diingatkan jangan hanya meminta perusahaan plat merah itu untuk melakukan revaluasi aset, justru yang terpenting adalah kebijakan untuk melakukan penyelamatan aset.
Pasalnya, dengan melakukan penyelamatan aset dapat lebih besar lagi aset yang terkumpul dibanding revaluasi aset. Kebijakan revaluasi aset selama ini sudah banyak dilakukan BUMN, dan asetnya bertambah triliunan rupiah.
“Untuk itu, Presiden Joko Widodo dan Menteri Rini harus konsentrasi dalam melakukan penyelamatan aset, bukan hanya revaluasi asset,” tandas Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Yenny Sucipto, di Jakarta, Selasa (22/3).
Karena akan percuma aset bertambah gara-gara revaluasi aset, kalau pada akhirnya hanya akan menjadi bancakan dari elite-elite BUMN, bahkan elite-elite tertentu.
“Salah satu penyelamatan aset BUMN itu dengan melakukan upaya revitalisasi lagi terhadap mekanisme Building, Operating and Transfer (BOT) di semua BUMN,” tegas dia.
Saat ini, ada kasus BOT yang tengah ditangani pihak penegak hukum yang seharusnya tidak terjadi lagi di BUMN lain, sebab berpotensi merugikan keuangan negara.
“Kasus BOT antara BUMN Hotel Indonesia dan PT Cipta Karya Bumi Indah (CKBI) dan PT Grand Indonesia (GI) telah ditangani Kejaksaan Agung. Itu termasuk mega skandal,” ingatnya.
Menurut dia, kasus ini bermula dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap BOT tersebut yang berpotensi merugikan keuangan negara Rp1,2 tahun pada 2014-2015.
Hingga saat ini Kejagung sudah memeriksa beberapa saksi, mulai dari nantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi, Staf Khusus Wakil Presiden Jusuf Kalla, Wijayanto Samirin, putri Bos Djarum sebagai Pemilik PT GI, Telissa Hartono, dan mantan Direktur PT HI, A.M Suseto.
“Bahkan potensi kerugiannya bisa lebih besar lagi, jika BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) mau mengaudit ulang dari proses kerjasama hingga saat ini,” papar Yenny.
Apalagi saat ini, dengan kinerja Menteri Rini saat ini, potensi aset yang akan hilang bisa lebih besar lagi. Mengingat di BUMN-BUMN besar pun terdapat banyak temuan yang mencurigakan berdasar audit BPK.
Sepanjang 2010-2014, karena data 2015 belum terkumpul, Fitra telah me-ranking 12 BUMN dengan temuan permaslahan terbanyak. Berdasar data, ternyata PT Pertamina (Persero) menduduki peringkat pertama dengan 393 temuan, kemudian PT. PLN (Persero) ada 168 temuan dan PT BNI (Persero) Tbk dengan 108 temuan.
Dari data tersebut, kata Yenny, Fitra mencermati bahwa BUMN yang memiliki kontribusi besar lewat devidennya, justru memiliki bsnyak catatan atau temuan dari audit BPK.
“Ini membuktikan bahwa BUMN perlu melakukan evaluasi,” cetus dia.
Masih dalam data BPK yang diolah FITRA, selama 2013-2014 aset BUMN mengalami kenaikan signifikan sebesar 134% atau Rp.1.111 triliun.
Dengan besarnya aset pada BUMN itu, kata dia, mestinya harus diimbagi dengan pengawasan maksimal dan kemampuan BUMN dalam memberikan kontribusi terhadap pemasukan ke kas negara.
“Selama ini, aset BUMN terbesar masih dipegang PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dengan total Rp855 triliun. Dan untuk BUMN energi, Pertamina yang terbesar sebanyak Rp626 triliun,” pungkas dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan