Jakarta, Aktual.com – Sikap Presiden Joko Widodo dipertanyakan. Lantaran bungkam menanggapi skandal Panama Papers yang salah satunya tercantum nama Menteri BUMN Rini Soemarno, di antara 2.961 nama dari Indonesia yang terindikasi mengemplang pajak dan transaksi keuangan ilegal.
Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yenny Sucipto menilai masuknya nama Rini cukup mengagetkan. “Sebab dia merupakan Menteri BUMN yang notabene merupakan bagian dari Pemerintahan saat ini,” ucap dia, kepada Aktual.com, Sabtu (9/4).
Nama-nama asal Indonesia yang masuk Panama Papers, ucap dia, rata-rata pengusaha dan politisi. Tapi respon pemerintah masih lakukan tindakan pasif saja. “Padahal mereka (nama-nama di Panama Papers diduga) adalah para pendosa pengemplang pajak,” ucap dia.
Yenny heran Presiden Jokowi hingga kini masih belum merespon apa-apa. Padahal di negara lain, sudah mengambil kebijakan tegas terhadap nama-nama yang terlibat skandal Panama Papers.
Dia membandingkan dengan respon negara-negara lain terkait skandal ini. Yang paling mencengangkan adalah Perdana Menteri Islandia, Sigmundur David Gunnlaugsson, yang langsung mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggung jawabannya.
Di Inggris, pemerintahan negara tersebut membentuk tim khusus untuk menyelidiki persoalan Panama Paper. Sedangkan di Prancis, memasukan Panama sebagai daftar hitam negara pengemplang pajak.
Bahkan di Amerika Serikat sendiri, kata Yenny, mengeluarkan aturan untuk memaksa Bank mencari identitas orang yang bertanggung jawab pada perusahaan palsu (sheel Company) yang tercatat dalam dokumen di Panama Papers sendiri.
“Artinya pemerintah di banyak negara merespon cepat dengan membuat kebijakan-kebijakan strategis untuk menangani kasus bocornya dokumen Panama Papers,” tegas Yenny.
Namun Indonesia? Masih bungkam dan malah mempercepat pembahasan RUU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty). “Ini lucu dan tidak masuk akal. DPR-RI malah meresponnya dengan langkah lain yaitu mempercepat pembahasan RUU Tax Amnesty,” cetus dia.
Menurut pandangan FITRA, pembahasan Tax Amnesty bukan jalan tengah yang bijak. Seharusnya pemerintah lebih mawas diri. Karena ada 2.961 nama dari Indonesia di Panama Papers, yang terindikasi melakukan pengemplangan pajak dan transaksi keuangan ilegal.
“Justru penataan sistem adminsitrasi perpajakan sebagai langkah yang lebih konkrit ketimbang kembali membahas Tax Amnesty,” pungkas dia.
Seperti diketahui Panama Papers adalah sebutan terkait bocornya data ribuan klien perusahaan pengelola investasi asal Panama, Mossack Fonseca. Jutaan dokumen itu memuat mengenai individu dan entitas bisnis yang memanfaatkan perusahaan offshore untuk menghindari pajak dan melakukan pencucian uang.
Artikel ini ditulis oleh: