Jakarta, Aktual.com – Korban perampasan tanah yang tergabung dalam Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) kembali mendatangi kantor Kementerian ATR/BPN pusat di Jakarta, pada Senin (25/11).

Selain melengkapi data, mereka juga mendesak agar BPN menggunakan kewenangannya sebagai lembaga eksekutif untuk membatalkan SHGB/SHM yang sudah jelas cacat administrasi dalam proses penerbitannya.

Kabaghumas ATR/BPN Horison Mokodompit meyakini warga yang datang tersebut bukanlah orang–orang suruhan, karena mereka membawa dokumen tanah resmi yang mereka miliki, namun tanah mereka telah dikuasai pihak lain. Horison menjelaskan bahwa pihak Kementerian ATR/BPN berkomitmen untuk memberantas mafia tanah. Karena itu pihaknya dengan senang hati menerima masukan data dari para korban mafia tanah agar bisa menyelesaikan persoalan perampasan tanah yang terjadi.

Ada juga tanah yang dimiliki dengan keputusan Presiden seperti para transmigran di Lahat, Sumatera Selatan dan warga relokasi warga Senayan, tetapi tanah mereka dikuasai oleh perusahaan yang sama, yaitu Sinar Mas. Selain itu juga tanah girik warga milik Rusli Wahyudi di BSD city, Kota Tangsel Provinsi Banten serta Sammy di Sawangan Golf, Depok, Jawa Barat, dikuasai juga oleh Konglomerat. Sedangkan 260 warga Kiray Cipete memiliki tanah verponding namun di atas tanah mereka sudah ada SHM.

Ketua FKMTI Budi Kendi menegaskan, warga yang tergabung dalam FKMTI adalah korban perampasan tanah yang dipaksa bersengketa. Menurutnya, sengketa dan perampasan tanah sangat berbeda. Perampasan tanah, pemilik tanah tidak pernah menjual kepada perampas, tidak ada hubungan bisnis atau pun keluarga tetapi tanahnya dikuasai oleh para mafia tanah.

“Jadi, BPN jangan menyuruh korban perampasan tanah ke pengadilan. Tanah mereka dirampas dan si perampas pasti menang karena punya uang untuk membeli mafia peradilan,” tegasnya.

Untuk menyelesaikan kasus perampasan tanah yang dialami oleh masyarakat tersebut lanjutnya, BPN cukup membuka dokumen warkah tanah dan menguji kebenaran dokumen yang dimiliki korban perampasan tanah dan si perampas tanah.

“BPN tinggal buka laci dokumen, adu data antara dokumen milik korban dan pihak perampas tanah, saya yakin, 2 hari selesai. Buka lacinya akan selesai persoalan tanah di Indonesia,” tandasnya.

Sedangkan Sekjen FKMTI Agus Muldya menjelaskan, kedatangan mereka selain untuk memberikan data dan dokumen korban perampasan tanah juga untuk memberi saran kepada pihak Kementerian ATR/BPN agar mempercepat proses penyelesaian kasus perampasan tanah sesuai aturan yang berlaku.

“FKMTI ingin membantu pihak ATR/BPN untuk menindak lanjuti arahan Bapak Presiden Jokowi pada tanggal 3 Mei 2019 lalu, agar lembaga terkait untuk segera menyelesaikan berbagai kasus perampasan tanah yang dialami oleh warga masyarakat di Indonesia. Ini kewenangan eksekutif, jangan dilempar menjadi ranah yudikatif. Permen nomor 11 tahun 2016 jelas, BPN bisa Membatalkan Sertifikat yang cacat administrasinya,” ujar Agus.

Menurut Agus, berlarutnya kasus perampasan tanah karena Mafia tanah bukan cuma ada di luar sistem, tetapi mereka pasti ada yang bermain di dalam sistem BPN.

“Korban perampasan tanah seperti Anie Sri Cahyani tidak pernah menjual tanahnya. Pernah diseret ke pengadilan dan dikalahkan, tapi tahun 2019 ini terbukti oleh BPN sendiri, tanahnya memang milik Anie, apakah harus balik ke pengadilan lagi ?. Begitu juga Robert Sudjasmin, beliau beli dari lelang Negara dan sudah di Verifikasi oleh BPN sebelum di jual kepadanya. Lalu setelah balik nama sertifikatnya tidak pernah sampai kepada Robert. Padahal nomor risalah lelangnya beda, lokasi tanah beda dan nomor giriknya juga beda dengan punya pak Robert. Bagaimana ini bisa terjadi, karena tanah itu kan tidak pernah dijualnya, apakah pengadilan bisa menjadi tempat jual beli tanah?, ” ungkapnya.

Agus juga mengingatkan agar BPN jangan sampai, korban perampasan tanah meninggal di atas tanahnya sendiri seperti yang dialami Kol (Pur) Triyanto di Balikpapan Kalimantan Timur.

“Almarhum meninggal saat sedang menengok pagar tanahnya yang dirobohkan orang. Almarhum berjuang bersama dengan 300 warga lainnya pemilik SHM,” tandasnya.

Yang pagar tanahnya dirobohkan tetapi mengadunya sulit sekali, sampai minggu lalu suaminya Alm Kolonel (Pur) Triyanto ditemukan meninggal. Dan 3 kasus yang punya Girik lalu muncul SHGB , dan menyeret mereka ke pengadilan. Padahal mereka mengaku tidak pernah menjualnya. Yaitu pak Supardi Kendi Budiardjo di Jakarta Barat, Sutarman Wahyudi di BSD city Kota Tangsel serta Sammy di sawangan, Depok.

Dengan melihat semua ini maka FKMTI mengajak kepada BPN untuk sama–sama buka data dan logika proses. Perlu juga disampaikan bahwa FKMTI juga berencana akan bertemu dengan Kapolri serta pimpinan lembaga tinggi negara lainnya. Dalam rangka bela negara dan membantu supaya persoalan seperti ini bisa segera diselesaikan.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Arbie Marwan