Jakarta, Aktual.com – Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus menyayangkan sikap beberapa anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang menjadi bagian dari partai politik bahkan menjadi Ketua Umum Parpol. Menurutnya, walaupun tidak ada aturan yang melarang tersebut, bukan berarti DPD bebas bertindak semaunya sendiri.

Tindakan ini pun disebutnya telah melanggar spirit dan latar belakang pendirian salah satu lembaga tinggi ini.

“Kita sesalkan tindakan mereka yang berlindung dengan alasan tidak ada aturan yang melarang, dengan berpindahnya anggota DPD itu ke Parpol tentu sudah mengacaukan sistem yang sudah tertata, karena di sisi lain dia (anggota DPD) sebagai wakil daerah tapi disisi lain dia sudah berjaket Parpol, itu tentu sudah mengkaburkan identitasnya dan semakin tidak jelas membawa kepentingannya siapa,” ujarnya dalam diskusi ‘Masa Depan DPD di Tangan Putusan MA?’ di kawasan Menteng, Jakarta, Minggu (19/3).

Lucius pun menyindir anggota DPD seperti Osman Sapta Ondang yang secara terang-terangan memanfaatkan lembaga DPD untuk batu loncatan bagi kepentingannya sendiri, tanpa mengindahkan tatanan yang sudah ada.

“Kalau OSO (Osman Sapta Odang) kita kan tahu dia bekas pimpinan parpol, beberapa kali bikin Parpol tetapi selalu gagal, dan sekarang merupakan peluang terakhirnya dengan memanfaatkan DPD sebagai pijakannya untuk meraih cita-cita punya parpol di parlemen. Apakah lalu Lembaga (DPD) yang banyak orang itu harus patuh dan taat pada seorang OSO,” sindirnya.

Menurutnya, hal ini tak pelak akan menimbulkan konflik kepentingan yang antara DPD dengan parpol. Peran ganda ini juga disebut akan mengancam sistem kerja yang selama ini sudah dibangun dalam DPD.

“Jadi kacau nih sistem DPD-nya, saat yang sama ada orang yang mengaku dirinya sebagai anggota DPD mewakili daerahnya, misalnya NTT, tapi saat yang sama ia memperjuangkan habis-habisan dengan mengurus daerah Papua, Kaltara dan lainnya karena dia anggota parpol,” jelasnya.

Dengan tegas, Lucius pun mengatakan tidak setuju dengan argumen yang mengatakan bahwa kepentingan daerah akan semakin mudah diperjuangkan jika memanfaatkan parpol sebagai gerbong politik. Hal ini, lanjutnya, justru sangat rentan karena rawan disusupi kepentingan parpol.

“Saya tidak setuju dengan pendapat memperkuat DPD dengan cara memakai bendera dan kekuataan Hanura, karena nantinya akan menghancurkan DPD” tegasnya.

Laporan: Teuku Wildan

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan
Andy Abdul Hamid